Menemukan Makna Hidup di Puncak: Perjalanan Merayakan Ulang Tahun di Gunung Prau

PANORAMA: Keindahan matahari terbit di Puncak Gunung Prau, Wonosobo, Jawa Tengah. (Maeva Ziyadatun Nafi’ah/Lingkarjateng.id)

PANORAMA: Keindahan matahari terbit di Puncak Gunung Prau, Wonosobo, Jawa Tengah. (Maeva Ziyadatun Nafi’ah/Lingkarjateng.id)

Lingkarjateng.id Mendaki gunung adalah aktivitas olahraga di luar ruangan, di dalamnya  bisa mencari sebuah tantangan untuk petualangan mencari jati diri. Dengan pemandangan alam masih asri dan udara yang masih segar, mungkin seseorang akan menemukan pengalaman yang tak terlupakan. Namun, perjalanan ini mengandung banyak risiko. Tentunya pendaki harus menyiapkan diri dengan perlengkapan yang sesuai, mengikuti peraturan keamanan, dan memahami betul kemampuan fisik serta mental sebelum memulai pendakian. Selain keindahan alam yang luar biasa, mendaki gunung juga memperdalam hubungan dengan alam, bagaimana pentingnya memahami dan menjaga lingkungan.

Gunung merupakan keindahan ciptaan tuhan yang megah dan memiliki pemandangan yang menakjubkan dari ketinggian. Gunung memiliki puncak yang menjadi tujuan para pendaki. Sebagian orang juga memiliki presepsi berbeda mengenai puncak, yakni tentang perjalanan batin yang mendalam, bagaimana proses yang dilalui dengan tantangan fisik dan mental yang menguji ketahanan serta keterampilan. Selain banyak manfaat dari aktivitas luar ruangan ini, gunung juga memiliki aura mistis yang menarik untuk di ceritakan. Jika gunung memiliki mitos yang menyeramkan mengapa seseorang masih tertarik melakukan pendakian?

Pemandangan alam yang memukau dan ketenangan yang diperoleh di tengah keheningan alam membuat pendaki merenungan kebesaran alam semesta ini. Salah satu gunung yang menjadi favorit para pendaki karena keindahannya adalah Gunung Prau. Terletak di kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, gunung ini memiliki ketinggian 2.590 mdpl (Meter diatas Permukaan Laut). Jalur yang relatif mudah dan cukup jelas rutenya menjadkan Gunung Prau cocok bagi pendaki pemula ataupun seseorang yang ingin mendaki untuk pertama kalinya.

Tidak hanya itu Gunung Prau berhasil membuat para pendakinya rindu dengan pemandangan matahari terbitnya. Banyak pendaki menyebut Gunung Prau sebagai salah satu spot terbaik untuk melihat matahari terbit di Asia Tenggara. Cara terbaik untuk menikmati matahari terbit di Gunung Prau adalah menentukan waktu terbaik seperti jadwal waktu matahari terbit di momen yang terbaik juga seperti hari ulang tahun. Saat momen istimewa ini akan menjadi hal yang tidak terlupakan dan memiliki makna yang mendalam.

MENIKMATI PEMANDANGAN ALAM: Keindahan matahari terbit di Puncak Gunung Prau, Wonosobo, Jawa Tengah. (Maeva Ziyadatun Nafi’ah/Lingkarjateng.id)

Pada tanggal 24 Desember 2023 merupakan hari yang spesial untuk saya, karena hari itu saya  menginjak usia 19 tahun. Seperti tahun- tahun sebelumnya saya suka merayakan hari ulang tahun untuk mencari sebuah makna hidup. Menyebutnya makna hidup karena tentang menemukan arti dan tujuan yang mendalam di setiap langkah yang saya lalui.

Seperti halnya mendaki gunung, hidup adalah perjalanan yang penuh rintangan, keindahan dan momen yang berharga. Mungkin setiap individu, makna hidupnya bervariasi tetapi pada intinya pencarian jati diri melibatkan pencarian tentang kedamaian, kebagaiaan yang tulus serta peran kontribusi terhadap lingkungan sekitar.

Saya memilih Gunung Prau untuk tempat pemaknaan hidup dan kebetulan saya sangat menyukai matahari terbit yang menurut saya memiliki pemaknaan yang mendalam. Saat sinar matahari perlahan muncul di ufuk timur seakan membawa harapan dan cahaya  baru bagi hidup saya. Mungkin ini menjadi salah satu rekomendasi untuk seseorang yang juga ingin mencari makna hidupnya.

Lalu untuk mendaki Gunung Prau ini, terdapat beberapa jalur yang bisa dilewati seperti via Dieng, via Patak Banteng, via Igirmranak, via Kalilembu, via Wates dan via Dwarawati. Meskipun waktu pendakian Gunung Prau diestimasikan hanya 3-4 jam dari basecamp menuju puncak, namun tidak dapat disangkal bahwa waktu tempuh tergantung pada jalur dan kondisi fisik masing-masing pendaki.

Saya memilih jalur via Dieng karena memang jalur ini memiliki track yang lumayan landai sehingga cocok untuk berjalan santai. Tidak usah khawatir juga, jalur Dieng ini terdapat beberapa titik sinyal yang memungkinkan untuk membuat sekedar instastory atau mengabari keluarga atau orang penting.

Perjalanan yang saya lalui dari basecamp menuju puncak melewati beberapa titik pos yang memiliki tingkat tantangan yang berbeda-beda. Dimulai dari basecamp yaitu tempat berkumpulnya pendaki dan melakukan registrasi perorangnya, membayar retribusi sebesar 20.000 rupiah, cukup murah dengan pengalaman yang berharga dan tak terlupakan. Disini dilakukan pengecekan barang bawaan dan pengecekan kesiapan pendakian. Terdapat peraturan peraturan kemanan yang tidak boleh di langgar, jika melanggar akan di denda. Setelah sesuai dengan SOP (Standar Operational Procedur) maka di bolehkan untuk mendaki.

Perjalanan awal dari basecamp ke pos 1 berupa perkebunan warga, disini saya mengikuti saja jalan utama setapak yang ada sampai ke kawasam hutan. Di kawasan hutan saya melihat beberapa sepasang pendaki yang membawa anaknya naik Gunung Prau. Apakah seramah itu jalur pendakian via Dieng sampai orang tua berani membawa anak kecilnya mendaki gunung. Hingga beberapa menit kemudian terdapat gapura hutan yang bertuliskan “Selamat Datang di Pendakian Gunung Prau via Dieng” yang berwarna merah yang cukup jelas dilihat.

Beberapa langkah kemudian terdapat palang Pos 1 yang bernama Gemekan. Dari pos Gemekan ke Pos 2 sedikit menanjak tapi diselingi landai sehingga tidak terlalu menguras tenaga saya, terdapat juga jalur percabagan jalur Drarawati. Lebih mengejutkan dari Pos 2 ke Pos 3 yang memang dipanduan arah sangat panjang, terdapat tanjakan tanah jika hujan akan lincin menjadi jalan air, disini sangat terasa hawa hutan karena memang pohonya rindang seperti hutan lumut yang disebut bukit akar cinta.

Namun saya bertemu dengan banyak pendaki yang turun dari puncak dan dengan keramahanya memberikan semangat kepada saya. Tak jarang juga ketika istirahat dan berpapasan dengan pendaki lain mengobrol dengan mempertanyaan keadaan di puncak bagaimana, lebih intimnya menanyakan asal dari pendaki itu yang siapa tahu mereka memiliki hubungan dalam komunitas. Begitu menyenangkan bertemu dengan orang baru di jalur pendakian, selain menambah relasi tentu menambah wawasan. Terdapat juga nepeater atau tower signal sehingga saya sempatkan untuk membuat instastory.

Setibanya di Pos 3 terdapat percabangan jalur kalilembu, di sini sangat nyaman untuk beristirahat, uniknya terdapat burung jalak yang seakan ramah menyambut pendakian. Di lanjut menunju pos 4 jalur sedikit menyulitkan karena tidak terlalu luas dan langsung jurang, di bagian ini sangat menantang dan harus berhati-hati. Sekitar 40 menit tiba di puncak Gunung Prau, saya sangat bersyukur sampai di puncak walaupun dalam keadaan kabut dan tidak terlihat pemandangan apapun.

Jalur Dieng ini memang unik jadi saya sampai ke puncak dulu baru berjalan lagi ke tempat sunrisecamp yang memang di rekomendasikan untuk berkemah. Cuaca sangat tidak menentu di puncak ini sehingga saya melanjutkan perjalanan ke tempat camp. Perjalanan ini juga tidak menguras tenaga karena memang ke tempat kemah hanya sabana rumput dan bunga daisy yang bermekaran dengan warna cantiknya merah muda, putih dan kuning.

Tempat ini seperti surganya pendaki karena memang benar-benar indah. Bukit nya juga sangat unik disebut bukit teletubis karena banyak, tetapi perjalanan ini landai karena saya di lewatkan di tengah bukit-bukit. Cuaca juga sangat mendukung yang tadinya kabut tembok putih tiba-tiba menjadi cerah. Saya sangat bersyukur sepertinya tuhan mengizinkan saya berkunjung ke tempat seindah ini. Tibalah saya di sunrise camp, disini benar ramai dengan pendaki lain yang sudah mendirikan tenda. Bergegas mendirikan tenda di sore itu terdapat matahari tenggelam diselingi kabut tipis yang menjadikan suasana makin syahdu.

Malampun tiba keheningan dengan suara burung, jangkrik, dan tupai menjadi paduan suara yang indah. Saya membuka tenda dan sangat terkesan dengan pemandangan lampu kota dari ketinggian. Bintang pun terlihat membentuk setengah kambing yang merupakan zodiak saya capricorn. Jam menunjukan pukul 00.00, teman-teman saya mengucapkan ulang tahun kepada saya. Terharu dengan kehangatnya seperti telah melewati rintangan bersama untuk mencapai titik ini. Di lanjut dengan beristirahat dan mataharipun muncul dengan cahaya cantiknya, seperti menjadi simbol di jam dan hari kelahiran saya sebagai harapan baru. Dibawah langit yang cerah dan pemandangan Gunung Sindoro, Sumbing, Kembang yang persis bentuknya seperti label air mineral Aqua dan beberapa gunung lagi seperti gunung lawu, andong, ungaran dan lain lain telihat jelas.

Perjalanan hidup ini seperti mendaki gunung, penuh dengan rintangan, pemandangan indah, dan momen yang membentuk jiwa. Di sepanjang jalan dihadapkan tantangan yang menguji, tetapi setelah melewati proses akan mendapatkan sesuatu hasil kebahagiaan. Seperti saat mencari makna hidup di gunung pada hari yang istimewa, tentu menjadi renungan pengalaman yang tak terlupakan. Jadi apakah perjalanan ini menarik untuk diikuti? Merayakan ulang tahun di Gunung Prau adalah suatu simbol harapan baru di hidup saya.Ini bisa menjadi refrensi untuk kamu yang suka berprtualang mencari jati diri. (Lingkar Network | – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version