KUDUS, Lingkarjateng.id – Sebanyak 74 desa di Kabupaten Kudus tidak bisa mencairkan dana desa tahap kedua non-earmark tahun 2025. Hal ini menyusul adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 81 yang mengatur secara ketat bahwa pengajuan pencairan dana desa tahap kedua non-earmark maksimal dilakukan pada tanggal 17 September 2025.
Sebagai informasi, penggunaan dana desa earmark yakni untuk kegiatan yang bersifat prioritas utama seperti BLT, ketahanan pangan dan stunting. Sementara penggunaan dana desa non-earmak yakni untuk kegiatan umum lainnya dalam menunjang kebutuhan di desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kudus, Famny Dwi Arfana, menyampaikan total anggaran dana desa Kudus 2025 sebesar Rp140 miliar untuk 123 desa.
Realisasi Dana Desa di Kudus Capai Rp 134,54 Miliar, Paling Banyak untuk Program Ini
Hingga awal Desember 2025 ini, dana desa sudah terealisasi sekitar Rp122 miliar atau tercapai 87 persen.
“Dana desa untuk kegiatan earmark itu sudah terealisasi Rp48 miliar di tahap pertama dan Rp31 miliar pada kedua. Sedangkan dana desa untuk kegiatan non-earmark di tahap pertama sudah terealisasi Rp30 miliar, sedangkan tahap kedua baru sekitar Rp11 miliar,” katanya, Rabu, 17 Desember 2025.
Famny mengungkapkan ada sekitar 74 desa yang belum bisa mencairkan dana desa tahap kedua karena adanya aturan terkait kegiatan non-earmark dalam PMK nomor 81.
“Kendalanya di pencairan dana desa tahap kedua ini karena kecenderungan desa yang biasanya memproses di akhir semester kedua,” ucapnya.
Intip Daftar Dana Desa 2025 di Kudus, Tertinggi Desa Kandangmas
Ia menjelaskan, PMK nomor 81 tentang dana desa sebenarnya baru keluar di tanggal 25 November 2025. Tapi aturan tersebut mengatur tentang proses pengajuan pencairan dana desa non-earmark yang tidak boleh lebih dari tanggal 17 September 2025.
“Sebenarnya sejumlah desa di Kudus sudah bergerak untuk mengajukan proses pencairan dana desa tahap kedua sejak bulan September. Tapi proses pengajuan tersebut tidak segera diproses oleh DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan). Ternyata di bulan November itu kami baru tahu kalau ada aturan terbaru terkait PMK nomor 81 tersebut,” paparnya.
Meski demikian, Famny menegaskan bahwa pihaknya tetap mengikuti aturan yang ada dari pemerintah pusat. Dirinya pun meminta pemerintah desa bisa ikut mensosialisasikan aturan baru tersebut kepada masyarakat.
Ia menambahkan, pemerintah pusat juga sudah memberikan alternatif solusi untuk dana desa non-earmark tahap dua yang tidak bisa cair melalui Surat Edaran Bersama (SEB) yang ditandatangani Menteri Desa PDTT, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri pada 5 Desember 2025 lalu.
“Dalam SEB itu dijelaskan bahwa dana desa earmark yang sudah cair tapi belum digunakan bisa dialokasikan untuk penggunaan dana kegiatan non earmark. Contohnya untuk kegiatan BUMDes yang sudah cair Rp200 juta tapi baru terealisasi Rp100 juta, itu sisanya bisa dialihkan untuk kegiatan non-earmark,” tandasnya.
Kudus Wajibkan 20 Persen Dana Desa untuk Penyertaan Modal BUMDes
Dana desa non-earmark digunakan untuk program apa saja?
Sebagai informasi dana non-earmark merupakan dana desa yang tidak ditentukan secara khusus penggunaannya oleh pemerintah pusat, sehingga desa memiliki keleluasaan untuk menggunakannya sesuai kebutuhan dan prioritas lokal, selama tetap mengacu pada RPJMDes, RKPDes, dan APBDes.
Secara umum, dana desa non-earmark meliputi beberapa jenis pembiayaan.
1. Penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti pperasional kantor desa, insentif/perangkat desa (sesuai aturan), administrasi pemerintahan, dan kegiatan musyawarah desa
2. Pembangunan desa, misalnya pembangunan atau perbaikan jalan desa, drainase, jembatan kecil, sarana air bersih, sarana prasarana pendidikan, kesehatan, dan sosial, serta infrastruktur ekonomi desa.
3. Pembinaan kemasyarakatan, di antaranya kegiatan kepemudaan dan olahraga, kegiatan keagamaan dan sosial budaya, pembinaan ketertiban dan keamanan lingkungan.
4. Pemberdayaan masyarakat desa, contohnya pelatihan keterampilan masyarakat, penguatan UMKM dan BUMDes, program peningkatan kapasitas petani, nelayan, atau kelompok usaha, dukungan inovasi dan ekonomi produktif desa.
5. Kegiatan prioritas desa lainnya selama itu disepakati dalam musyawarah desa, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, serta tidak termasuk kegiatan yang masuk daftar earmark (seperti BLT Desa, ketahanan pangan, penanganan stunting).
Jurnalis: Nisa Hafizhotus Syarifa
Editor: Ulfa
































