SEMARANG, Lingkarjateng.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Tengah (Apindo Jateng) menanggapi tuntutan dewan pengupahan yang meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar 8-10 persen.
Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, menilai kenaikan UMP sebesar itu terlalu tinggi dan tidak sejalan dengan situasi ekonomi saat ini.
“Terlalu tinggi kalau segitu dengan melihat kondisi sekarang, saya rasa lima persen lah ya. Tapi sekali lagi kita tetap harus menanti peraturan pemerintah yang baru, karena Kemnaker sudah berjanji akan segera keluarkan nilai UMP terbaru,” ujarnya di Semarang, Jumat, 28 November 2025.
Frans menambahkan bahwa penetapan UMP Jateng baru akan dibahas setelah pemerintah pusat mengeluarkan aturan terbaru terkait formula pengupahan.
Ia meyakini pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek agar kebijakan tetap seimbang bagi industri maupun pekerja.
“Saya yakin pemerintah sudah pikirkan semua aspek. Di satu pihak supaya industri jalan, investasi banyak yang masuk. Di lain pihak juga kesejahteraan buruh meningkat. Jadi kita lihat nanti rumusnya seperti apa,” katanya.
Tuntutan kenaikan UMP hingga 10 persen sebelumnya disampaikan kelompok buruh karena adanya disparitas upah antardaerah yang dinilai lebar, termasuk selisih sekitar Rp1,2 juta antara Kabupaten Banjarnegara dan Kota Semarang.
Menanggapi hal tersebut, Frans mempertanyakan dasar perhitungan disparitas yang dikemukakan para buruh.
“Ya maaf saja, mereka bilang disparitas upah itu dasarnya apa? Upah di Banjarnegara karena kondisinya memang begitu, Semarang lain. Upah itu dulu berdasarkan survei semua, melibatkan serikat buruh, Apindo, pemerintah hingga BPS. Akhirnya keluarlah macam-macam UMK itu,” tegasnya.
Sementara itu, proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 di Jawa Tengah masih berlangsung. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadwalkan penetapan UMP dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) 2026 pada 8 Desember 2025.
Jurnalis: Rizky Syahrul Al-Fath
Editor: Rosyid

































