REMBANG, Lingkarjateng.id – Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Kabupaten Rembang hingga kini belum menerima laporan tertulis terkait kebijakan “merumahkan” ratusan pekerja yang dilakukan oleh PT Semen Gresik melalui sejumlah perusahaan vendor.
Ratusan pekerja tersebut terpaksa dirumahkan buntut berhentinya operasional PT Semen Gresik di Rembang per 1 Juni 2025 lantaran akses jalan menuju tambang diblokade oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Tegaldowo, Kecamatan Gunem, sebagai imbas adanya sengketa aset jalan desa.
Kepala Dinperinaker Rembang, Dwi Murtopo, menyatakan bahwa berdasarkan informasi dari Humas PT Semen Gresik, terdapat sekitar 478 pekerja yang dirumahkan, dengan 263 di antaranya merupakan warga yang tinggal di sekitar pabrik.
“Info yang berkembang menyampaikan ke kita dari humas semen, ada sebanyak 478 karyawan yang dirumahkan menyusul adanya berhentinya operasi kegiatan produksi,” ujar Dwi saat ditemui di kantornya pada Kamis, 5 Juni 2025.
Dwi menjelaskan bahwa konsep merumahkan pekerja diperbolehkan sepanjang telah diatur dalam perjanjian kerja antara perusahaan dan pekerja.
Buntut Sengketa Lahan, Pabrik Semen Gresik Rembang Hentikan Produksi
Namun, ia menegaskan pentingnya kejelasan hak-hak pekerja, baik saat dirumahkan maupun jika nanti berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ia menyebut, sebagian pekerja memang telah mendatangi kantor Dinperinaker untuk mengadukan kondisi mereka. Namun, hingga kini belum ada perusahaan vendor yang menyerahkan daftar nama pekerja yang dirumahkan secara tertulis, termasuk rincian durasi dirumahkan dan hak-hak yang menyertainya
“Ini penting karena kalau kita ngomongin mau dirumahkan sekian namanya ini di-PHK sekian namanya ini, kita nanti menghitung berapa lama kerja di situ, kompensasi apa saja yang menjadi kewajiban yang harus diterima apa saja, kita belum tahu,” katanya.
Dwi Murtopo menyebut bahwa status berhentinya operasional pabrik masih dalam situasi yang belum sepenuhnya jelas. Menurutnya, status pemberhentian operasi masih dalam konteks sementara.
“Kalau kita ngomong berhenti beroperasi ternyata itu kontroversi dengan perkembangan berita terkini. Bu Kepala Desa (Tegaldowo) malah ngomongnya minta beroperasi pagi,” ujarnya.
Dwi menilai bahwa persoalan yang terjadi saat ini tidak hanya sebatas teknis, seperti akses keluar-masuk pabrik yang terblokade, tetapi juga berdampak langsung pada aktivitas dan nasib para pekerja.
Ia pun berharap blokade jalan di Desa Tegaldowo dibuka sehingga pabrik bisa melakukan produksi kembali.
Sementara itu, Mediator Hubungan Industrial Dinperinaker Rembang, Irwan Mugi Nugroho, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi lisan dari salah satu vendor, yakni PT Swadaya Gatra (SG), yang menyatakan telah merumahkan sekitar 29 orang pekerja.
Pihaknya pun meminta kepada perusahaan vendor agar segera membuat laporan resmi yang memuat pemberitahuan kepada dinas, data pekerja yang dirumahkan, serta perjanjian bersama antara perusahaan dan pekerja.
“Isinya yaitu adalah berapa lama pekerja itu dirumahkan dan hak apa yang didapatkan pekerja saat dirumahkan,” katanya.
Ia juga menyebut telah menghubungi pihak manajemen PT Semen Gresik untuk menyampaikan permintaan tersebut kepada semua vendor yang terlibat, agar melaporkan kondisi pekerjanya secara tertulis ke Dinperinaker.
“Biar vendor segera menindaklanjuti. Jadi data yang disampaikan itu pun kita juga memiliki, dan yang kedua haknya apa saja sih dan ini dirumahkan sampai kapan,” tandasnya.
Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Rosyid