Lingkarjateng.id – Fenomena audio sound horeg yang menjamur di Jawa Tengah dan Jawa Timur saat ini mengundang perhatian publik.
Sound horeg mengacu pada penggunaan sistem pengeras suara berdaya tinggi untuk keperluan hiburan.
Kata horeg sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti bergetar atau berguncang, merujuk pada efek fisik yang ditimbulkan dari kekuatan suara sistem audio tersebut.
Awalnya, sound system besar digunakan untuk hajatan. Namun, belakangan tren ini berubah. Warga mulai memodifikasi truk dan memasang speaker raksasa yang menjadikan kendaraan itu panggung keliling.
Dengan iringan DJ, lampu strobo, dan bahkan penari latar, sound horeg menjelma menjadi bentuk baru hiburan yang meramaikan acara kerakyatan seperti karnaval.
Satu unit sound horeg bisa mengusung hingga puluhan speaker dengan total daya mencapai 200.000 watt, disuplai oleh genset besar yang terpasang di dalam truk.
Intensitas suaranya bisa menembus 130 desibel, level yang sejajar dengan suara mesin pesawat jet. Tak heran jika kaca rumah warga bisa bergetar saat truk sound horeg melintas.
Fenomena ini tidak hanya menghadirkan euforia, tapi juga menimbulkan polemik. Di satu sisi, sound horeg menjadi hiburan alternatif yang murah dan meriah, menghidupkan ekonomi lokal dari penyewaan alat hingga kuliner di sekitar acara.
Di sisi lain, kebisingannya menuai protes dari warga yang merasa terganggu, terutama lansia dan balita.
Pihak kepolisian dan pemerintah daerah pun mulai turun tangan. Di beberapa wilayah, regulasi ketat diberlakukan untuk mengatur batas volume dan jam operasional sound horeg. Bahkan, ada yang tegas melarang penggunaan sound system tersebut.
Bagi sebagian kalangan muda, sound horeg bukan sekadar dentuman musik. Ia adalah simbol ekspresi, kreativitas, dan kebersamaan.
Dalam perjalanannya, sejumlah pihak mulai melirik fenomena ini sebagai bagian dari budaya pop lokal yang layak diangkat ke tingkat nasional.
Bahkan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Timur (Kakanwil Kemenkumham Jatim), Haris Sukamto, menyebut sound horeg adalah hasil olah pikir anak bangsa yang layak mendapat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Itu masuk di wilayah kekayaan intelektual hak cipta bisa,” katanya pada 22 April 2025 lalu.
Meski demikian, Haris memberi catatan fenomena sound horeg juga perlu dilakukan pembinaan agar tidak mengganggu masyarakat.
“Kalau ini nantinya mengganggu dan sebagainya, mengganggu kenyamanan, mengganggu ketertiban umum, ya nanti tinggal kita bina saja,” tandasnya.
Editor: Rosyid