KUDUS, Lingkarjateng.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus menargetkan pelimpahan kasus dugaan korupsi pembangunan sentra industri hasil tembakau (SIHT) ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang sebelum lebaran 2025.
“Untuk berkas dua tersangka tahap pertama sudah dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU) dan sudah disiapkan dakwaannya, sedangkan pelimpahannya bersamaan dengan tambahan dua tersangka baru yang saat ini juga masih dalam proses untuk dilimpahkan dari jaksa penyidik ke JPU,” kata Kepala Kejari Kudus, Henriyadi W. Putro, di Kudus, pada Selasa, 11 Maret 2025.
Ia mengungkapkan dari keempat tersangka dugaan korupsi proyek SIHT Kudus tersebut, untuk konstruksi surat dakwaannya sama, yang membedakan peran dari masing-masing tersangka.
Sementara pasal yang disangkakan, kata dia, juga sama, namun dari masing-masing tersangka ada yang disertai penyertaan juncto.
Untuk menyelesaikan perkara dugaan korupsi tersebut, Kejari Kudus juga masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi menyusul adanya tambahan dua tersangka baru yang ditetapkan pada 4 Maret 2025, yakni RKHA selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kudus dan SK merupakan pemborong pekerjaan.
Sementara dua tersangka yang terlebih dahulu ditetapkan, yakni berinisial HY selaku konsultan perencana dan AAP pelaksana kegiatan.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka per tanggal 19 Desember 2024 dan semua tersangka dititipkan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kudus.
Pengungkapan kasus tersebut berawal ketika dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan SIHT 2023 terhadap paket pekerjaan tanah padas (tanah uruk) yang memiliki volume 43.223 meter persegi pada Kantor Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah terdapat dugaan tindak pidana korupsi.
Paket kegiatan tersebut melalui mekanisme katalog elektronik (e-katalog) dengan pemenang yang melakukan kontrak sebesar Rp 9,16 miliar dengan harga satuan Rp 212.000.
Dalam proyek tersebut, pihak ketiga CV Karya Nadika yang mendapatkan pekerjaan dalam penyelesaiannya memborongkan kepada pihak lain, yakni berinisial SK dengan nilai proyek sebesar Rp 4,04 miliar atau dengan harga satuan Rp 93.500.
Selanjutnya SK menyerahkan pekerjaan tersebut kepada AK dengan nilai proyek sebesar Rp 3,11 miliar dengan harga satuan tanah uruk Rp 72.000.
Atas penyelesaian pekerjaan tersebut, ditemukan dugaan kerugian negara. Sedangkan nilai kerugian negara berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sekitar Rp 5,25 miliar.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara subsider pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Lingkar Network | Anta – Lingkarjateng.id)