KUDUS, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus semakin gencar melestarikan budaya lokal dengan mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) mengenakan pakaian adat khas Kudus.
Dalam kebijakan itu, ASN Pemkab Kudus diwajibkan menggunakan pakaian Kudusan setiap hari Kamis. Sedangkan, pakaian adat lengkap wajib dikenakan setiap tanggal 23.
Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, menyampaikan bahwa kebijakan pakaian ASN itu bertujuan untuk menjaga warisan budaya Kudus sekaligus membangun kebanggaan identitas daerah.
“Kita ingin budaya Kudus ini tetap hidup dan menjadi kebanggaan bersama. Oleh karena itu, setiap Kamis, ASN diwajibkan memakai pakaian Kudusan, yaitu sarung batik Kudusan, baju bordir Kudus, dan iket Kudusan. Sedangkan pakaian adat lengkap dipakai setiap tanggal 23,” ujar Sam’ani di sela-sela agenda retret kepala daerah di Magelang pada Rabu, 26 Februari 2025.
Menurutnya, selain melestarikan budaya, kebijakan tersebut juga menjadi bentuk dukungan nyata bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kudus.
Para perajin batik, bordir, dan aksesoris adat lokal diharapkan bisa merasakan dampak positif dari meningkatnya permintaan pakaian adat.
“Kami ingin budaya ini tidak hanya jadi simbol, tetapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat. Ketika ASN mengenakan pakaian adat secara rutin, otomatis permintaan kain batik, bordir, dan iket Kudusan akan naik, sehingga UMKM lokal bisa berkembang,” jelasnya.
Pemkab Kudus juga memberikan fleksibilitas bagi pegawai yang belum memiliki kelengkapan pakaian adat.
Sam’ani menegaskan, esensi dari kebijakan tersebut bukan soal kesempurnaan busana, melainkan semangat untuk menjaga tradisi.
“Kalau belum punya iket, bisa pakai peci atau jilbab. Jika bajunya belum bordir Kudus, bisa memakai yang senada dulu. Yang penting ada unsur budaya Kudus dalam pakaian mereka,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pakaian adat Kudus tidak harus berbahan beludru mahal. Pegawai diperbolehkan memakai versi sederhana yang tetap mencerminkan ciri khas adat daerah.
“Kita ingin ini menjadi kebiasaan, bukan beban. Yang penting, semangat untuk melestarikan budaya terus ada,” tambahnya.
Sam’ani berharap gerakan ini tidak hanya diterapkan di kalangan ASN, tetapi juga meluas ke masyarakat umum.
“Kalau setiap Kamis dan tanggal 23 masyarakat ikut memakai pakaian adat, ini bisa membentuk identitas budaya yang kuat di Kudus,” pungkasnya. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)