REMBANG, Lingkarjateng.id – Di Desa Pelemsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang terdapat satu tradisi unik yang masih dilestarikan hingga zaman modern saat ini. Tradisi tersebut adalah tawur nasi.
Tradisi tawur nasi di Desa Pelemsari selalu mendapat perhatian dan antusiasme tinggi masyarakat. Warga berbondong-bondong mengikuti tawur nasi atau sekadar menjadi penonton.
Sebelum tawur nasi dimulai, tumpeng gunungan diarak dari balai desa setempat menuju sendang. Kemudian di sendang, masyarakat disuguhkan hiburan berupa penampilan tari gambyong, tari orek-orek, barongan, lalu doa bersama.
Setelah itu, para pemuda mulai mendekati gunungan nasi yang disiapkan untuk memulai tawur nasi. Para pemuda yang saling melempar nasi kepada siapapun yang berada di arena sendang
Lurah Pelemsari, Maspin, menjelaskan tawur nasi merupakan tradisi yang dilakukan dari generasi ke generasi. Kegiatan ini juga bagian dari rangkaian acara sedekah bumi.
Kegiatan ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Sedangkan masyarakat desa setempat mayoritas bermatapencaharian sebagai petani, baik itu petani padi, tembakau, tebu, jagung, kacang hijau, dan mangga.
“Untuk panen tahun ini tergolong bagus dan lebih baik daripada tahun kemarin, makanya masyarakat bersyukur,” ungkap Maspin, Selasa, 25 Juni 2025.
Sementara itu Modin Desa Pelemsari Mbah Kuseini mengatakan bahwa tradisi tawur nasi memiliki sejarah turun-temurun dari nenek moyang.
“Ini sudah adat nenek moyang dahulu, diuri-uri (melestarikan) tradisi orang tua zaman dahulu melaksanakan tawur nasi, sampai sekarang masih diikuti,” kata Mbah Kuseini.
Dia menjelaskan tawur nasi bukan sekedar membuang-buang nasi melainkan kearifan lokal yang dijalankan secara turun temurun sebagai ungkapan rasa syukur. Hal ini disetujui oleh masyarakat Desa Pelemsari tanpa persepsi negatif.
“Kami tidak ada kaitannya (membuang-buang nasi), mau orang (luar) berpikiran positif maupun negatif, karena kita bersyukur, karena semua makhluk butuh kita hargai, contohnya barang yang tidak kelihatan dan tanaman-tanaman,” terangnya.
Jurnalis: Muhammad Faalih
Editor: Ulfa P































