SALATIGA, Lingkarjateng.id – Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) menggelar demo di Bundaran Tamansari, Salatiga pada Selasa, 26 September 2023. Mereka mendesak pemerintah menjalankan reforma agraria sejati sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 dan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Selain itu, FPPI juga meminta pemerintah segera mewujudkan swasembada dan kedaulatan pangan, menghentikan proyek strategis nasional eco city park di Rempang, menghentikan proyek strategis nasional di Wadas, Batang, Rawa Pening dan lainnya serta proyek strategis internasional di Kedung Ombo.
“Kami menuntut negara menyelesaikan persoalan ketimpangan penguasaan lahan dan menjamin kesejahteraan petani, nelayan, masyarakat adat dan seluruh masyarakat terdampak akibat penggerusan kekayaan sumber-sumber agraria. Usir perusahaan, industri ekstraktif yang berdampak pada kerusakan lingkungan,” kata koordinator aksi, Wildan.
Wildan menyampaikan, aparatur negara tidak bertanggung jawab atas amanat konstitusi pada UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 dan UUPA yang mengamanatkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam UU Nomor 5 tahun 1960, dijelaskan bahwa sumber-sumber agraria merupakan seluruh aspek keadilan, kemakmuran bagi pembangunan masyarakat yang adil dan makmur.
“Pasca orde lama berlalu dan digantikan dengan orde baru sampai prahara rezim Jokowi bertumpu sampai detik ini, UUPA tak kunjung dilaksanakan. Reforma Agraria telah disulap menjadi program revolusi hijau yang semakin mensubordinasi para petani. Kemudian, Aparatur Negara mereduksi UUPA dengan menghadirkan Undang-Undang Sektoral seperti UU Minerba, UU Perkebunan dan sampai regulasi omnibus law beserta turunannya yang semakin menggerus seluruh aspek kehidupan berkeadilan dan berkemakmuran,” ujarnya.
Menurut Wildan, negara belum sepenuhnya hadir berpihak pada kepentingan mayoritas rakyat petani. Penggusuran atas nama proyek strategis nasional semakin marak terjadi.
“Kasus Wadas, Rempang, Urut Sewu, Kedung Ombo, Rawa Pening, Kumpeh Jambi, Geotermal Wonosobo, Geotermal Pulau Buru, dan sederet kasus lainnya hingga saat ini masih menyisakan traumatis yang mendalam bagi korban penggusuran tersebut. Jadi, mari kita pertanyakan dan refleksikan kembali,” ucapnya.
Koordinator aksi lain, Fatkur mengatakan dua tahun terakhir kepemimpinan Presiden Jokowi menginisiasikan program Reforma Agraria menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Namun, dalam realitas Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria masih genggang dari harapan.
“Dalam pelaksanaannya, konflik agraria tak kunjung diselesaikan. Redistribusi tanah bagi petani masih terpaku pada eks-HGU swasta. Belum lagi pada tanah-tanah petani yang digusur oleh PTPN, Perhutani, BUMN dan lainnya,” ujarnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Koran Lingkar)