SEMARANG, Lingkarjateng.id – Sebanyak 2.176 desa dari 7.870 desa di Jawa Tengah dipastikan gagal mencairkan alokasi anggaran dana desa non-earmark atau tidak ditentukan spesifik penggunaannya. Total dana yang tidak dapat dicairkan mencapai Rp598,4 miliar.
Dana desa tahun 2025 yang tidak bisa dicairkan itu merupakan imbas aturan yang diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri Nomor 9 Tahun 2025 yang diteken Menteri Desa dan PDT, Menteri Keuangan, serta Menteri Dalam Negeri.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Pencatatan Sipil (Dispermadescapil) Jawa Tengah, Nadi Santoso, menjelaskan SKB tiga menteri mengatur perubahan Permenkeu Nomor 108 Tahun 2024 terkait pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran dana desa tahun anggaran 2025.
“Kami hanya melaksanakan aturan. Secara teknis alokasi dana desa memang dipegang Kemenkeu,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa, 9 Desember 2025.
Menurut Nadi, selama ini dana desa non-earmark kerap digunakan desa untuk menjalankan kegiatan operasional awal tahun, dan pengajuannya dilakukan langsung ke KPPN. Namun, banyak kepala desa mengaku terkejut karena pencairan mendadak dihentikan tanpa pemberitahuan resmi.
Total desa di Jateng yang tidak mendapatkan dana non-earmark mencapai 30 persen dari keseluruhan desa. Kondisi ini memicu protes dari para kepala desa, lantaran rancangan penggunaan dana sudah dibahas jauh hari melalui musyawarah desa (musdes) dan musdesus.
Sementara Kepala Bidang Administrasi Pemerintahan Desa Dispermadescapil Jateng, Didi Hariyadi, menambahkan bahwa dana non-earmark memegang peran penting dalam mendukung operasional desa.
“Dana ini biasanya dipakai untuk operasional Posyandu, PAUD, honor guru ngaji, serta pembiayaan infrastruktur jalan pedesaan. Karena sudah direncanakan di musdes, ketika dana tidak cair, wajar jika banyak kades keberatan,” jelasnya.
Didi menerangkan dana desa dikelompokkan menjadi dua, yakni earmark yang biasanya digunakan untuk BLT, ketahanan pangan, dan operasional desa. Sedangkan dana non-earmark digunakan untuk layanan dasar desa seperti Posyandu dan PAUD.
Meski demikian, terhentinya pengalokasian dana non-earmark disebut tidak mengganggu kegiatan utama desa. Honor perangkat desa dan keuangan APBDes tetap aman karena bersumber dari anggaran berbeda.
Pemerintah memperkirakan jika desa tidak memperoleh dana non-earmark tahun ini, maka pembiayaan dapat dialihkan dari sumber lain pada tahun mendatang, termasuk kemungkinan melalui APBD.
Jurnalis: Rizky Syahril
Editor: Ulfa
































