SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) resmi menetapkan dua tokoh Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) sebagai tersangka dalam kasus pemblokiran Jalan Pantura Pati–Juwana. Keduanya, yakni Teguh Istiyanto (49) dan Supriyono (47) yang akrab disapa Botok, kini mendekam di rumah tahanan Mapolda Jateng setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
Aksi pemblokiran yang mereka pimpin terjadi pada Jumat (31/10/2025) sekitar pukul 18.00 WIB di depan gapura Desa Wirokandang, Kecamatan Pati. Massa menutup jalur Pantura yang merupakan urat nadi transportasi nasional hingga menyebabkan kemacetan panjang selama kurang lebih 15 menit. Aksi itu sempat menarik perhatian warga dan pengguna jalan yang terpaksa menghentikan kendaraan di tengah kepadatan lalu lintas sore hari.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, membenarkan adanya penetapan tersangka terhadap dua figur utama AMPB tersebut.
“Sudah ada penetapan dua tersangka dan saat ini masih berproses. Keduanya ditahan di Mapolda Jateng,” ujarnya, Senin (3/11/2025) sore.
Meskipun proses penyidikan dilakukan oleh Polresta Pati, kata Dwi, alasan penahanan di Mapolda Jateng adalah untuk efektivitas pengawasan dan keamanan selama proses hukum berjalan. “Proses penyidikan tetap di Polresta Pati, tapi penahanannya di Mapolda Jateng. Yang penting mereka masih berada dalam tahanan kepolisian,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto menuturkan bahwa penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat terkait peran keduanya dalam menggerakkan massa untuk melakukan pemblokiran jalan nasional. Aksi tersebut dilakukan sesaat setelah rombongan AMPB menghadiri sidang paripurna.
“Setelah sidang paripurna selesai, mereka diduga menggerakkan rombongan untuk memblokir jalan di Pantura. Aksi ini jelas melanggar hukum dan masuk kategori tindak pidana,” terang Artanto.
Ia menambahkan, tindakan semacam itu tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga membahayakan keselamatan pengguna jalan yang melintas di jalur vital penghubung Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut.
“Pemblokiran jalan bisa menimbulkan kemacetan parah dan potensi kecelakaan. Polisi bekerja berdasarkan prosedur dan fakta di lapangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Artanto menekankan bahwa langkah tegas kepolisian dilakukan demi menjaga stabilitas dan ketertiban masyarakat. “Upaya yang kami ambil adalah bagian dari tanggung jawab menjaga keamanan publik agar situasi tetap kondusif,” ujarnya.
Atas tindakan mereka, Teguh dan Botok dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, yakni Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang menghalangi atau merusak jalan umum dengan ancaman pidana hingga sembilan tahun penjara, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, serta Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP mengenai keikutsertaan dalam perbuatan pidana.
“Pantura itu jalur nasional, kalau sampai macet bisa menimbulkan antrean kendaraan hingga berjam-jam dan kerugian besar bagi masyarakat. Kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi,” tegas Artanto.
Dengan penetapan ini, Polda Jateng berharap masyarakat dapat memahami bahwa kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum atau merugikan kepentingan umum. Proses hukum terhadap Teguh Istiyanto dan Supriyono alias Botok kini terus berjalan, sementara polisi memastikan penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan sesuai prosedur hukum yang berlaku. (Lingkarnews Network)


































