REMBANG, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang berencana menghapus piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 36 miliar secara administratif.
Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan di Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Rembang, Sumarni, mengungkapkan bahwa rencana penghapusan piutang pajak tersebut sebagai tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tunggakan PBB tahun 2024.
Menurutnya, rencana penghapusan piutang PBB tersebut memiliki dasar hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 pasal 87 ayat 3 yang menyatakan bahwa piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena telah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
Ketentuan tersebut juga diperkuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2003 pasal 135 ayat 3 yang menyatakan piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluawarsa dapat dihapuskan.
“Ketika kita nanti melakukan penghapusan piutang PBB tidak melanggar aturan hukum,” katanya saat rapat bersama Bupati Harno, Dinpermades, dan camat se-Kabupaten Rembang di Pendopo Rumah Dinas Bupati pada Rabu, 23 Juli 2025.
Sumarni menegaskan bahwa penghapusan piutang hanya dilakukan secara administratif dalam pencatatan akuntansi dan laporan neraca keuangan.
Ia menyebut kebijakan itu tidak menghapus hak penagihan tunggakan pajak yang wajib dibayarkan dalam proses pengajuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tetap ada.
“Tidak menghilangkan hak tagih, jadi untuk potensi meskipun itu sudah ditagihkan tetap ada masuk, tidak akan hilang, nanti ketika kita mau BPHTB harus lunas pajak nanti dimasukkan di point lain-lain PAD yang sah,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi II DPRD Rembang, Joko Suprihadi, mengatakan bahwa dengan cara tersebut piutang pajak di kabupaten setempat bisa berkurang meski pemutihan tidak dilakukan secara serta-merta.
“Jadi kan itu memang regulasi, kalau memang dilakukan ya tidak masalah sehingga dalam LHP (laporan hasil pemeriksaan) setiap tahun itu tidak selalu muncul,” katanya.
“Tetapi sebelum dihapuskan kita minta untuk diverifikasi dulu, kalau memang lokusnya ada, kemudian wajib pajaknya ada, itu jangan sampai serta merta dihapuskan, harus ditagih,” sambungnya.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Rosyid
































