BATANG, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang mengingatkan pemerintah desa (pemdes) agar tidak menggunakan lahan pertanian, khususnya Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), untuk pembangunan gedung Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP). Peringatan ini disampaikan menyusul masih ditemukannya usulan desa yang menyiapkan lokasi koperasi di atas lahan pertanian yang dilindungi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermades) Kabupaten Batang, A. Handy Hakim, menegaskan bahwa penentuan lokasi pembangunan KDMP harus mematuhi ketentuan tata ruang dan peraturan pertanahan yang berlaku.
“Kalau desa tak punya lahan, bisa menggunakan lahan kas desa, aset barang milik daerah, pemkab atau provinsi, dan milik negara,” kata Handy saat ditemui di Kantor Dispermades Batang, Senin, 15 Desember 2025.
Menurut Handy, program KDMP saat ini masih berada pada tahap penyiapan lahan. Ia menyebut pemerintah pusat juga telah mengimbau agar desa menghindari penggunaan LP2B maupun lahan yang telah ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), terutama di wilayah yang sudah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Ia menjelaskan, penggunaan LP2B memiliki konsekuensi hukum yang berat karena pengalihfungsian lahan pertanian wajib disertai penyediaan lahan pengganti.
Untuk lahan irigasi, lahan pengganti minimal tiga kali luas lahan yang dialihfungsikan, sementara untuk lahan nonirigasi minimal satu kali luas lahan.
“Ketentuannya sangat ketat, sehingga sejak awal kami minta desa tidak mengambil risiko dengan membangun di atas LP2B,” ujarnya.
Handy menambahkan, lahan dengan status Lahan Sawah Dilindungi (LSD) masih dapat digunakan sepanjang tidak masuk LP2B.
Namun, kepala desa tetap wajib mengajukan permohonan ke Kementerian ATR/BPN agar status LSD tersebut dapat dikeluarkan sebelum dimanfaatkan.
Berdasarkan pendataan sementara Dispermades Batang, dari 238 desa yang mengajukan program KDMP, terdapat 87 desa yang mengusulkan lokasi di atas lahan LP2B. Bahkan, 15 desa di antaranya diketahui sudah terlanjur melakukan pembangunan.
“Berarti ada sejumlah itu yang harus segera diganti. Bagi desa yang belum melaksanakan pembangunan, Dispermades meminta agar lokasi lahan segera diganti,” katanya.
Ia menegaskan, pengalihan fungsi LP2B diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011. Aturan tersebut mensyaratkan adanya kajian strategis, perencanaan alih fungsi, hingga penyediaan lahan pengganti.
Dispermades Batang, lanjut Handy, akan menginventarisasi seluruh desa yang terlanjur menggunakan LP2B untuk kemudian dikoordinasikan dengan Kementerian ATR/BPN guna mencegah persoalan hukum di kemudian hari.
Sumber: Humas Pemkab Batang
Editor: Rosyid


































