Tak Wajar, Pemkot Salatiga Naikkan Retribusi PKL hingga 10 Kali Lipat, dari Rp1.400 Jadi Rp15.000

PKL Pasar Raya Salatiga keluhkan kenaikan retribusi

Ketua Paguyuban PKL Setia Kawan Salatiga Agus Salim menyampaikan keluhan anggotanya terkait kenaikan retribusi kepada awak media, Rabu, 29 Mei 2024. (Angga Rosa/Lingkarjateng.id)

SALATIGA, Lingkarjateng.id – Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di komplek Pasar Raya 1 Salatiga mengeluhkan kenaikan retribusi yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga pada awal Mei lalu. Mereka menilai kenaikan retribusi yang mencapai lebih dari 10 kali lipat itu sangat tidak wajar.

Ketua Paguyuban PKL Setia Kawan, Agus Salim, menjelaskan retribusi yang sebelumnya hanya sebesar Rp1.400 per hari tiba-tiba naik menjadi Rp15.000 per hari. Anehnya, sebelum kenaikan retribusi diberlakukan, PKL tidak diajak musyawarah terlebih dahulu.

“Kita kaget karena sebelumnya tidak diajak berembuk. Hanya dua hari diberikan surat (pemberitahuan), kemudian langsung naik Rp15.000,” katanya pada Rabu, 29 Mei 2024.

Agus mengatakan bahwa pedagang kecil keberatan atas kebijakan Pemkot Salatiga yang menaikkan retribusi menjadi Rp15.000 per hari. Sebab, menurutnya, orang berdagang tidak selalu ramai pembeli.

“Dan kami pun dipaksa untuk menerimanya. Ada penekanan juga ke pedagang, kalau tidak mau membayar difoto dan kirimkan ke dinas (Dinas Perdagangan),” ujarnya.

Agus menyayangkan langkah dinas terkait yang terkesan terburu-buru menaikkan retribusi tanpa adanya waktu sosialisasi yang cukup.

“Kemarin kita juga mengeluh ke DPRD. Memang ada kenaikan tarif retribusi. Cuma Dewan itu bilang harus disosialisasikan dulu, pedagang itu diajak rembukan. Tapi pada kenyataannya tidak,” terang Agus.

Para pedagang berharap kenaikan retribusi tersebut bisa dikaji ulang karena dinilai sangat memberatkan. Terlebih, saat ini pembeli juga cenderung sepi. Bahkan, ada juga pedagang yang terpaksa tak berjualan karena merugi.

Agus mengungkap bahwa pedagang sebenarnya bisa menerima adanya kenaikan tarif retribusi asalkan tidak langsung drastis.

“Kalau dari Rp1.400 menjadi Rp5.000 kami masih bisa menerima. Tapi naik jadi Rp15.000 kami keberatan,” tegasnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version