PATI, Lingkarjateng.id – Bahasan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM subsidi, jenis Pertalite dan Solar hingga kini masih jadi topik hangat di tengah masyarakat. Bersamaan dengan hal itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengeluarkan wacana mengenai kriteria kendaraan yang dilarang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, meskipun hal itu masih dalam rancangan peraturan.
BPH Migas menyebutkan, kendaraan yang dilarang menggunakan bahan bakar bersubsidi tersebut akan masuk ke dalam Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang saat ini sedang direvisi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang Perdagangan, Koeswantoro mengungkapkan, bahwa per tanggal 1 Juli lalu, mobil dinas milik Pemerintah Kabupaten Pati sudah dilarang untuk menggunakan BBM Subsidi Pertalite dan Solar.
Disdagperin Pati Gencar Siapkan Penerapan Aplikasi MyPertamina
Meskipun demikian, pihaknya menyatakan jika baru mobil dinas plat merah yang terkena regulasi, sedangkan mobil kategori mewah belum dilarang. Padahal sesuai regulasi, mobil yang dilarang mengonsumsi Pertalite dan Solar bersubsidi adalah mobil dinas, mobil BUMN, dan mobil plat hitam mewah di atas 2.000 cc. Sementara, untuk motor yang dilarang mengonsumsi BBM subsidi adalah motor yang memiliki kapasitas mesin di atas 250 cc.
“Kalau mobil plat merah sudah ndak boleh (pakai pertalite). Sejak per tanggal 1 Juli sudah ndak boleh. Awal bulan Juli ini plat merah sudah harus menggunakan Pertamax,” jelas Koeswantoro.
Menurutnya, ketika pihaknya berkonsultasi ke pihak Pertamina, regulasi pembatasan BBM subsidi masih dalam pembahasan.
“Alasannya karena gini ya, kemarin saya konsultasi ke Pertamina untuk dasarnya sendiri itu baru digodok, tapi mengingat alokasi BBM (pertalite dan solar) di Pati itu alokasinya kan terbatas ya, khususnya yang Pertalite, jadi perlu dibatasi,” terangnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, untuk mobil yang masuk kategori mobil mewah memang belum resmi diatur.
“Jadi sementara, daerah menerapkan regulasi untuk mobil milik pemerintah sendiri dulu yang diharuskan memakai Pertamax,” ungkap Koeswantoro saat ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini.
Lebih lanjut, tambahnya, alokasi BBM bersubsidi sangat terbatas. Alokasi per tahun di Kabupaten Pati untuk stok Pertalite hanya berkisar 43.000 kiloliter per tahun. Sedangkan alokasi untuk solar subsidi di Kabupaten Pati hanya berkisar 84.000 kiloliter per tahun.
Oleh karena itu, apabila tidak diadakan pembatasan maka dikhawatirkan akan terjadi kekurangan stok yang sudah ditetapkan dan tidak tepat sasaran. Sementara, untuk penerapan secara keseluruhan terkait regulasi pembatasan BBM bersubsidi, ia perkirakan mulai September 2022.
“Karena bagaimana ya, alokasi BBM bersubsidi itu kan terbatas ya. Beda dengan alokasi BBM yang non-subsidi yang berapa pun dicukupi oleh Pertamina. Tapi kalau subsidi kan setiap tahunnya dialokasikan,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan jika belum ada sanksi bagi pengguna mobil mewah yang masih mengonsumsi BBM bersubsidi.
“Kalau sanksi (untuk yang bandel beli Pertalite subsidi) ya sementara belum, tapi yang jelas dari pihak Pertamina atau SPBU-nya sudah tidak mau mengisi. Jadi sanksinya sementara itu. Kalau kita mau menyangsi ya bagaimana, kan yang tahu kan si pengguna mobil sama SPBU yang jelas yang ketat itu di SPBUnya. Kalau plat merah antre di bagian Pertalite dari SPBU sudah tidak mau ngisi. Tidak dilayani, harus beli pertamax,” tandasnya. (Lingkar Network | Ika Tamara Dewi – Koran Lingkar)