REMBANG, Lingkarjateng.id – Warga Kampung Tajen RT 01 RW 02 Desa Pamotan, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang memblokade akses jalan tambang yang melintasi kampung tersebut. Blokade akses jalan tambang di Rembang tersebut menggunakan banner tersebut, dilakukan oleh warga setempat lantaran berdampak pada kondisi jalan yang semakin rusak dan pencemaran debu akibat truk yang melintas.
Ketua RT setempat, Nuridho menyampaikan bahwa, warganya banyak yang mengeluh karena debu akibat truk tambang yang lalu-lalang di kampungnya. Menurutnya, selain mengotori rumah warga, debu juga berdampak pada gangguan pernapasan.
“Dampaknya di pernapasan, banyak anak kecil yang batuk-batuk. Warga pernah komplain ke Pemerintah Desa, tapi hanya dilakukan penambalan. Saya minta dari pihak tambang untuk bisa ikut andil di sini (perbaikan jalan),” tuturnya.
Dirinya menyebut, setiap hari aktivitas truk tambang di Rembang yang melintasi jalan Kampung Tajen terjadi hingga malam hari. Jika dihitung, ada 70 hingga 80 truk pengangkut hasil tambang yang melintas setiap hari.
Setelah Pemerintah Desa Pamotan menggelar audiensi dengan warga Kampung Tajen di Balai Desa setempat, Kamis (9/6), blokade itu pun akhirnya dibongkar. Warga mengaku menerima pemahaman dari Pemerintah Desa bahwa akses jalan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) tahun 2017.
“Kami sudah menerima keputusan Pemerintah Desa. Buktinya ini sudah dicopot,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pamotan, A. Maskhur Rukhani mengatakan, hasil dari penarikan portal atau retribusi jalan desa sudah ada porsinya masing-masing untuk dibagi. Pembagian tersebut sudah diatur dalam Perdes Pasal 9 tahun 2017.
Di mana, desa mendapat alokasi dari retribusi sebesar 65 persen yang sepenuhnya digunakan untuk perbaikan jalan Kampung Tajen, mulai dari gapura masuk sampai Jobong Gamping. Selain itu juga digunakan untuk operasional tim pelaksana desa.
Sementara, untuk RT 1 RW 2 Kampung Tajen, mendapat alokasi 20 persen untuk kas, RT 2 RW 2 mendapat 10 persen untuk kas, dan RT 4 RW 4 Kampung Karang Antik mendapat 5 persen untuk kas.
Dikarenakan ada Perdes yang mengatur pemeliharaan jalan tersebut, kata Kades yang biasa dipanggil Aang ini, Dana Desa (DD) otomatis tidak bisa digunakan. Karena jika dipaksa menggunakan dana desa untuk perbaikan jalan, dipastikan akan bermasalah di kemudian hari.
“Pemerintah Desa kan juga harus hati-hati untuk pembangunan desa. Karena ini sudah ada kesepakatan di Perdes jika uang itu untuk membangun di Tajen. Kalau kita pakai uang dana desa untuk membangun di desa itu kan tumpang tindih,” terangnya.
Aang menyebutkan, pendapatan retribusi dari bulan Januari hingga bulan Juni baru terkumpul Rp 21 juta, itu belum dibagi untuk RT RW. Artinya, dengan dana sejumlah itu, jika digunakan untuk perbaikan jalan, hanya akan mencukupi untuk tambal sulam jalan yang berlubang saja.
Pemkab Rembang Canangkan Program Bulan Imunisasi Anak Nasional
Untuk itu, pihaknya mengupayakan agar ada kontribusi yang lebih dari pemilik tambang untuk membantu perbaikan jalan di Kampung Tajen. Rencananya, uang retribusi sebesar Rp 5 ribu per kendaraan truk yang melintas akan dinaikkan menjadi Rp 10 ribu.
“Ini (retribusi) yang perlu kita kaji ulang dari Rp 5 ribu kita akan menaikkan menjadi Rp 10 ribu, atau kita undang pemilik tambang untuk ikut membantu memperbaiki jalan,” tuturnya.
Sementara untuk masalah debu yang dikeluhkan warga akibat lintasan truk tambang di Rembang ini, Pemerintah Desa akan melakukan penyemprotan air di jalan sebanyak 2 hingga 3 kali sehari. Hal itu agar dampak debu akibat kendaraan truk tambang yang melintas dapat dikurangi.
“Kita punya truk tangki, kita punya air. Nanti akan kita lakukan penyemprotan jalan untuk mengurangi debu di sana,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)