KUDUS, Lingkarjateng.id – Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus terus memaksimalkan penemuan dan penanganan TBC. Setiap pasien penderita penyakit Tuberkulosis (TBC) diberikan pendampingan supaya bisa menjalani pengobatan secara rutin sampai selesai.
“Penanganan TBC atau pengobatan untuk pasien TBC ini harus dilakukan terus menerus dengan waktu minimal selama enam bulan,” kata Dokter Amirati selaku Staf Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, DKK Kudus.
Ia menjelaskan, setiap Puskesmas di Kabupaten Kudus telah menyiapkan Kader Pendamping Minum Obat (PMO) bagi pasien TBC untuk memaksimalkan penanganan TBC. Kader PMO ini merupakan Kader yang didapat dari orang terdekat penderita TB untuk mengawasi penderita TB untuk rutin minum obat dalam proses kesembuhan pasien TBC.
“Pasien TBC ini harus dipantau secara rutin, untuk menghindari drop out sehingga tidak akan timbul TB resintent obat yang membutuhkan waktu pengobatan lebih panjang. Jadi, bisa menyebabkan pasien jenuh dalam menjalani pengobatan,” terangnya.
Peran kader PMO ini adalah memastikan pasien meminum obat dan melakukan pengobatan secara teratur. Apalagi, proses pengobatan bagi pasien TBC membutuhkan waktu yang lama.
“Karena jika berhenti melakukan pengobatan, itu bisa menular ke keluarganya atau orang di sekitarnya. Jika berhenti terapi, nanti harus mengulang proses terapi dari awal lagi,” imbuhnya.
Pihaknya menerangkan, pengobatan TBC ini gratis dan sudah bisa dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kudus. Nantinya, data pasien TBC akan diintegrasikan melalui Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) agar bisa dipantau di seluruh fasilitas kesehatan (faskes).
Amirati mengatakan, gejala pasien TBC yaitu batuk berdahak dalam waktu yang lama, biasanya berlangsung lebih dari dua pekan. Jika dalam kondisi parah, batuk bisa disertai dengan dahak yang bercampur darah.
Selanjutnya, pasien yang terjangkit TBC akan mengalami penurunan nafsu makan yang menyebabkan penurunan berat badan. Selain itu, penderita TBC juga akan mengalami keringat dingin pada malam hari.
“Jadi bagi masyarakat yang mengalami gejala tersebut bisa segera diperiksakan,” tegasnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat DKK Kudus, Nuryanto menambahkan, pihaknya meminta masyarakat untuk tidak melakukan diagnosis sendiri. Pasien yang mengalami gejala TBC diminta untuk segera memeriksakan diri ke faskes setempat.
“Kalau diperiksakan kepada tenaga kesehatan yang sudah terlatih, hasilnya akan lebih akurat. Apalagi di Kudus sudah ada laboratorium TCM untuk tes cepat molekuler,” ujarnya.
Laboratorium TCM itu, lanjut Nuryanto, berada di RSUD dr. Loekmono Hadi, Puskesmas Jekulo, Puskesmas Kaliwungu, dan Puskesmas Gribig. “Jadi nanti kalau ada pasien dari faskes lain, bisa dirujuk kesana,” tambahnya.
DKK Kudus pun telah rutin mengampanyekan mengenai pencegahan dan penyakit TBC tempat-tempat umum guna memaksimalkan penanganan TBC. Selain itu, DKK Kudus juga terus mengajak masyarakat untuk menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
“Kalau lingkungan bersih, pola hidup sehat, makan makanan bergizi, istirahat cukup, dan olahraga cukup bisa meningkatkan daya tahan tubuh,” ucapnya.
Pemegang Program TBC DKK Kudus, Andi Purwono mengatakan, kasus penyakit TBC di Kabupaten Kudus memang terbilang cukup tinggi. Meski demikian, tingkat kesembuhan pasien TBC di wilayah setempat pun cukup tinggi pula.
Antisipasi Hepatitis Akut, DKK Kudus Diminta Segera Sosialisasi
“Tingkat keberhasilan dalam proses kesembuhan TBC di Kabupaten Kudus mencapai 85 persen dari target 90 persen. Kami akan berusaha maksimal supaya bisa semakin naik,” tuturnya.
Pihaknya mengatakan, keberhasilan kesembuhan pasien ini ditentukan oleh konsistensi dalam proses pengobatan. Jika pasien bisa mengikuti proses pengobatan secara teratur selama enam bulan, tingkat kesembuhan pasien pun akan lebih optimal.
“Kalau pasien bisa mengikuti prosedur pengobatan secara rutin, maka tingkat kesembuhan juga akan tinggi,” tuturnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Koran Lingkar)