PATI, Lingkarjateng.id – Banjir bandang yang menerjang Desa Sinomwidodo, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati pada Rabu, 30 November 2022 mengakibatkan 632 rumah rusak dan ratusan warga mengungsi. Data tersebut menunjukkan Desa Sinomwidodo menjadi daerah yang terdampak banjir terparah selama 2022.
Camat Tambakromo, Mirza Nur Hidayat, menyebutkan dari 632 rumah yang mengalami kerusakan diantaranya 3 rumah ambruk, 212 rusak sedang dan 417 rusak ringan.
“Alhamdulillah banjir sudah surut jam 21.30 atau kurang lebih dua hingga tiga jam, cukup berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Mulai 15 Agutus sudah ada banjir bandang, kedalamannya 1 meter tapi paling parang tadi malam. Kedalaman air sampai 2.5 meter,” bebernya saat dikonfirmasi pada Kamis, 1 Desember 2022.
Selain ratusan rumah rusak, banjir di Desa Sinomwidodo juga menyebabkan dua warga meninggal dunia.
“Terjebak di dalam rumah, tidak dapat dievakuasi karena air datang terlalu cepat. Pada pukul 19.00 WIB air sudah nyampai dua meter. Jadi kita agak kewalahan dalam melakukan evakuasi. Kemudian satu orang tadi pagi dibawa ke rumah sakit karena hiportermia,” terangnya.
Warga terdampak banjir pun terpaksa mengungsi. Tercatat, 200 kepala keluarga mengungsi di dua titik pengungsian masjid Cengklik dan Krajan.
Disinggung soal kebutuhan para korban terdampak banjir, Mirza mengungkapkan hal yang paling darurat dan dibutuhkan saat ini adalah makanan instan, pakaian bayi dan bahan bangunan untuk memperbaiki rumah rusak.
“Untuk menghadapi banjir susulan kami akan selalu komunikasi pengeras suara masjid maupun lewat media sosial, kalau sekiranya air naik, kita ungsikan di masjid. Kami tidak ingin ambil risiko,” tambahnya.
Selain Desa Sinomwidodo, sejumlah desa lain di Kecamatan Tambakromo juga berpotensi mengalami banjir. Di antaranya Desa Karang Wono, Tebet, Angkatan Kidul, Angkatan Lor yang berpotensi mengalami banjir desa yang sering terdampak.
Sementara itu salah satu warga terdampak banjir, Liswati yang merupakan warga RT 6 RW 3 Desa Sinomwidodo mengaku banjir yang menerjang itu hampir menyentuh atap rumahnya. Ia memperkirakan, ketinggian banjir hingga dua meter lebih.
Air yang menerjang tidak hanya membawa material dan sampah banjir tetapi juga mengakibatkan dinding rumahnya jebol.
“Kalau di rumah sampai genting. Dinding juga jebol. Selama 45 tahun, kejadian semalam bikin saya trauma,” ujarnya.
Menurut Liswati rumahnya sudah diterjang banjir enam kali dalam beberapa tahun. Namun tahun ini dinilainya parah, bahkan sejumlah perabot, mesin cuci dan beberapa isi rumah terbawa arus banjir.
Akibat banjir ini, ia berharap pemerintah memperhatikan kondisi yang ada. Terutama dengan lingkungan Pegunungan Kendeng yang mulai gundul.
“Tolong dipikirkan di bawahnya, hutan jangan sampai gundul jadi airnya ke bawah. Kasihan kami,” ungkapnya. (Lingkar Network | Aziz Afifi – Koran Lingkar)