Alih Fungsi Hutan jadi Perumahan, Disperkim Pati: Sudah Sesuai Kebijakan

Kabid Perumahan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Pati, Suhartono. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

Kabid Perumahan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Pati, Suhartono. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Peralihan fungsi areal pegunungan menjadi perumahan mengakibatkan hilangnya kawasan hijau atau hutan. Hal ini menjadi faktor terjadinya bencana alam.

Kondisi ini dapat dilihat di beberapa titik di Kabupaten Pati. Khususnya wilayah lereng timur Gunung Muria di Kecamatan Gembong dan Tlogowungu yang sudah beralih fungsi menjadi perumahan. Akibatnya, resapan air kawasan hutan pun semakin berkurang sehingga berpotensi menimbulkan longsor maupun banjir di area hilir.

Menanggapi adanya kawasan perumahan tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Perumahan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Pati, Suhartono mengatakan bahwa terkait pembangunan area perumahan di kawasan hijau sudah mendapatkan izin dari pemerintah.

Pada prinsipnya, kata Suhartono, pemerintah telah menentukan areal mana saja yang diperolehkan untuk dialihfungsikan menjadi perumahan atau yang menjadi kawasan hutan hijau. Sehingga jika ada perumahan, maka dipastikan sudah mengantongi izin dari pemerintah.

“Prinsipnya, pengembangan perumahan akan mematuhi aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Terkait perumahan formal berizin, selalu diawasi dengan perizinan Persetujuan Kegiatan Kesesuaian Ruang (PKKPR) yang diterbitkan oleh MPP (Mall Pelayanan Publik) melalui OSS (Online Single Submission),” terangnya.

Dalam memberikan izin pembangunan kawasan perumahan itu tidak ditentukan secara sepihak. Menurut Hartono, Disperkim selalu berkomunikasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) bidang Tata Ruang. Rekomendasi dan pertimbangan dari tim teknis Penatagunaan Lahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga diperlukan untuk penataan kawasan perumahan sehingga tidak akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

“Tanpa izin itu (dari beberapa instansi) berarti perumahan itu ilegal karena tidak berizin,” tambahnya.

Tak hanya itu, Suhartono menjelaskan bahwa sudah mengeluarkan larangan dan pembatasan pembangunan di lokasi yang berpotensi rawan bencana dan mengganggu ekologi.

Akan tetapi, pembangunan kawasan perumahan diharapkan tidak menghambat investasi, menghambat program sejuta rumah dan tidak menghambat program rumah subsidi.

“Hanya permasalahannya perlu juga dipertimbangkan alternatif solusi yang tidak menghambat program pemerintah,” tutupnya.

Untuk mengawasi pembangunan kawasan perumahan yang tidak merusak lingkungan, kerjasama antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), pihak Perhutani, dan Disperkim sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak bencana alam. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version