BLORA, Lingkarjateng.id – Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blora, drg. Wilys Yuniarti menyebut bahwa, jumlah dokter yang ada di daerah, saat ini belum mendekati rasio perbandingan jumlah penduduk. Pihaknya pun mengaku masih membutuhkan dokter sekitar 50 persen dari jumlah penduduk.
“Kita masih membutuhkan sekitar 50 persen dokter,” ucapnya pada Selasa, 22 November 2022.
Jika mengacu pada layanan kesehatan yang dibandingkan dengan rasio jumlah penduduk, seharusnya ada sekitar 2.500 dokter. Namun, di Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, baru ada sekitar 200 dokter. Jumlah tersebut dirasa masih kurang 50 persen untuk jumlah tenaga kesehatan (nakes).
“Ya kalau soal ideal tentu masih kurang. Sebab, di Blora ada sebanyak 16 kecamatan, dengan 271 desa dan 24 kelurahan, dan jumlah penduduk 925.642 jiwa. Untuk fasilitas kesehatan ada 2 Rumah Sakit (RS) milik pemerintah dan 6 RS milik swasta. Kemudian ada 26 Puskesmas, 58 puskesmas pembantu, 23 balai pengobatan, dan 12 rumah bersalin,” ungkapnya.
Meski dirasa kurang, pihaknya menyebut solusi yang bisa dilakukan yakni fasilitas kesehatan berkonsentrasi dalam peningkatan sarana prasarana dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Ia pun mengatakan, jika di tahun 2023 mendatang, Dinas Kesehatan Kabupaten Blora berkonsentrasi mengejar terealisasinya pelayanan Rumah Sakit Umum (RSU) tipe D yang berada di Kecamatan Randublatung. Mulai dari sarana dan prasarana, alat kesehatan, dan pemetaan SDM.
“Maka kita ambil langkah selektif. Misalnya SDM yang tidak dipakai di pos pelayanan kesehatan kita akan alokasikan dan diperbantukan di RSU tipe D di Randublatung,” tegasnya.
Dokter gigi Wilys juga menambahkan untuk program tahun 2023, dikonsentrasikan ke peningkatan SDM dengan dibukanya kesempatan rekruitmen tenaga kesehatan melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), serta peningkatan penyediaan sarana prasarana dan alat kesehatan.
“Optimalisasi dan program layanan, adalah mengawal program sesuai dengan peran masing-masing. Seperti contoh pelayanan di Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan tingkat pertama yang mengedepankan layanan promotif, preventif, dan untuk layanan kuratif proporsinya fasilitas kesehatan tingkat lanjut atau rumah sakit,” bebernya. (Lingkar Network | Lilik Yuliantoro – Koran Lingkar)