Akibat Alih Fungsi Lahan, Pegunungan Kendeng Pati Diusulkan jadi Hutan Sosial

POTRET: Kepala Perhutani Pati, Arif Fitri Saputra. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

POTRET: Kepala Perhutani Pati, Arif Fitri Saputra. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Alih fungsi hutan menjadi areal pertanian kerap kali ditemukan di Kabupaten Pati, salah satunya di Pegunungan Kendeng yang kini banyak ditanami jagung. Alhasil, fungsi hutan sebagai penopang ekosistem menjadi kurang maksimal sehingga berakibat pada bencana alam.

Agar alih fungsi hutan ini tidak semakin meluas, maka diperlukan penetapan Pegunungan Kendeng sebagai hutan sosial untuk melindungi kawasan hutan.

Kepala Perhutani Pati, Arif Fitri Saputra saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa hal tersebut masih menunggu instruksi dari pemerintah pusat yang dalam hal ini dinaungi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menentukan lokasi yang akan ditetapkan sebagai hutan sosial.

“Jadi perhutanan sosial ini memang program dari pemerintah melalui KLHK. Perhutani selalu mendukung program hutan sosial ini. Sampai dengan hari ini kami belum menerima kepastian lokasi mana yang sudah atau akan dijadikan hutan sosial. Nanti kalau memang sudah terbit dan ditetapkan oleh menteri LHK kami pasti mendukung itu,” ujarnya, belum lama ini.

Belum adanya kebijakan yang jelas terkait penentuan lokasi hutan sosial itu membuat pihak Perhutani tidak bisa melarang adanya perubahan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Sedangkan pembukaan areal harus ada izin melalui KLHK, sehingga Perhutani belum bisa bertindak.

Terkait kebijakan dari KLHK, sambung Arif, sejauh ini baru sampai pada tahapan penetapan dan akan segera diterbitkan. Jika sudah terbit, baru nanti pihaknya dapat berperan dalam hutan sosial.

“Itu belum diatur pemerintah. Nanti akan ada peraturan terkait KHDPK. Siapa di situ, berperan apa. Kalau perannya apa, kami belum ada kejelasan. Sebagai gambaran, contohlah kehutanan sosial di Sokobubuk, kami monitoring pun tidak. Kami tidak punya kewajiban. Kami hanya mendampingi. Secara resmi nanti terbit aturannya. Kami masih menunggu dari menteri LHK. Kalau sekarang ada kelompok tani KTH yang mengusulkan kawasan hutan menjadi hutan sosial, silahkan. Tapi sebelum terbit izin bisa menjaga kondusifitasnya. Kami bisa bekerja tanpa ada konflik,” tutupnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version