KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Tiga rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang mengalami kerusakan karena minimnya alokasi anggaran perawatan.
Hal ini terungkap saat Komisi C DPRD Kabupaten Semarang melakukan monitoring dan evaluasi (monev) langsung ke Rusunawa Ambarawa pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Ketua Komisi C, Wisnu Wahyudi, menyebut bahwa anggaran perawatan ketiga rusunawa di Ambarawa, Gedanganak, dan Pringapus hanya sebesar Rp 33 juta per tahun, atau sekitar Rp 11 juta untuk masing-masing rusunawa.
“Tentu ini sangat disayangkan, minimnya anggaran untuk perawatan dan pemeliharaan tiga rusunawa di Kabupaten Semarang yang berjumlah Rp 33 juta per tahun,” ujar Wisnu.
“Ini artinya setiap rusunawa hanya mendapat alokasi Rp 11 juta untuk perawatan dan pemeliharaannya,” sambungnya.
Ia menyoroti kondisi Rusunawa Ambarawa yang disebut paling parah. Banyak bagian gedung mengalami kerusakan, mulai dari atap yang bocor hingga instalasi air bersih yang tak berfungsi.
Dari total 98 unit yang tersedia, hanya 68 unit yang terisi, sementara 30 unit lainnya dibiarkan kosong karena rusak dan tidak layak huni.
“Atapnya banyak yang bocor, lalu instalasi air bersih rusak, banyak gedung-gedungnya seperti tidak terawat. Tentu ini sangat memprihatinkan,” tambah Wisnu.
Selain masalah bangunan, Komisi C juga menyoroti aspek kebersihan lingkungan rusunawa. Menurut Wisnu, kondisi halaman dan koridor dipenuhi sampah, ditambah hanya satu petugas kebersihan yang menangani seluruh area Rusunawa Ambarawa.
“Banyak sampah berserakan, dan ini menjadi masalah lingkungan yang juga harus segera diselesaikan,” katanya.
“Tapi, soal kebersihan yang justru perlu ditekankan adalah kesadaran masyarakat yang tinggal di sini. Mereka juga harus di edukasi untuk menjaga kebersihan lingkungan,” imbuhnya.
Dengan kondisi saat ini, Wisnu menyebut Rusunawa Ambarawa sudah tidak layak huni. Ia mendesak Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang segera melakukan evaluasi menyeluruh.
“Kami akan fokus merekomendasikan agar DPU Kabupaten Semarang segera melakukan perbaikan dan evaluasi pengelolaan. Karena kami khawatir, kondisi rusunawa yang tidak nyaman ini justru akan sulit menarik penyewa baru,” ujarnya.
Menanggapi kondisi tersebut, Kepala UPTD Alat Berat, Rumah Susun, dan Laboratorium DPU Kabupaten Semarang, Agung Pangarso, mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi penghambat utama dalam melakukan perawatan yang memadai.
“Kalau melakukan perawatan skala besar, kami harus menunggu pengajuan anggaran kembali. Ini jadi persoalan utama dalam upaya pemeliharaan rusunawa,” jelas Agung.
Kerusakan paling banyak ditemukan pada unit-unit kosong, terutama akibat atap plafon yang bocor dan fasilitas yang rusak.
Selain kerusakan, sistem sewa maksimal dua kali tiga tahun juga membuat sejumlah unit kosong karena penghuni sebelumnya sudah habis masa sewanya.
Soal biaya sewa, Agung mengatakan bahwa tarif dibedakan keberadaan unit.
“Paling mahal itu ada di lantai bawah, harga sewa unitnya sebesar Rp 285.000 per bulannya, kemudian lantai dua harga sewa dipatok Rp 240.000, lantai tiga sewa untuk per unit seharga Rp 205.000, dan lantai empat harga sewanya Rp 170.000 per bulannya,” katanya.
Jurnalis: Hesty Imaniar
Editor: Rosyid































