SALATIGA, Lingkarjateng.id – Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga yang hanya menetapkan kuota 1 persen bagi anak penyandang disabilitas dalam jalur afirmasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 menuai sorotan.
Komisi Nasional Disabilitas (Komnas Disabilitas) bersama Ombudsman Jawa Tengah pun turun langsung ke Dinas Pendidikan Kota Salatiga untuk meminta penjelasan.
Anggota Komnas Disabilitas, Eka Prastama, menyebut kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Wali Kota Salatiga Nomor 400.3/120/2025 tentang Petunjuk Teknis PPDB tingkat SMP. Dalam aturan tersebut, disebutkan kuota afirmasi sebesar 20 persen, dengan rincian 19 persen untuk siswa dari keluarga miskin dan hanya 1 persen untuk anak disabilitas.
“Kebijakan ini diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip inklusivitas yang dicanangkan pemerintah pusat. Akibatnya, lebih dari 60 siswa disabilitas berisiko tidak tertampung di SMP Negeri,” tegas Eka, Jumat, 6 Juni 2025.
Eka mengungkapkan, berdasarkan data Dapodik, terdapat lebih dari 80 siswa disabilitas lulusan SD di Salatiga yang membutuhkan akses ke jenjang SMP. Dengan kuota yang sangat kecil, mayoritas dari mereka terancam putus sekolah.
Ia juga merujuk pada Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur kuota minimal 20 persen untuk jalur afirmasi, termasuk bagi siswa penyandang disabilitas.
“Permen tersebut jelas menunjukkan keberpihakan kepada anak disabilitas agar mendapatkan pendidikan yang layak,” tandasnya.
Senada, Kepala Ombudsman Jawa Tengah, Siti Farida, menyampaikan bahwa jalur afirmasi untuk anak disabilitas merupakan bentuk prioritas pelayanan publik. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang tidak berpihak kepada kelompok rentan tidak sejalan dengan semangat pelayanan publik non-diskriminatif.
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Salatiga, Nunuk Dartini, menyatakan pihaknya segera mengambil langkah solutif. Ia menjamin seluruh anak disabilitas akan tetap mendapat akses pendidikan di SMP.
“Awalnya, data yang masuk menunjukkan hanya ada enam anak berkebutuhan khusus dengan kondisi berat, sehingga kami mengalokasikan 1 persen. Namun ternyata dari Dapodik terdata 80 anak slow learner yang juga memerlukan afirmasi,” jelas Nunuk.
Ia memastikan bahwa seluruh anak penyandang disabilitas akan tertampung di sekolah reguler di Kota Salatiga.
“Kami sudah berkoordinasi dengan sekolah-sekolah dan memastikan tidak ada anak disabilitas yang tertinggal. Semua akan mendapatkan hak pendidikannya,” pungkasnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Sekar S


































