KAB. SEMARANG, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang merespons sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo di Kecamatan Bawen yang masih menggunakan sistem open dumping.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, mengakui bahwa pengelolaan sampah secara konvensional dengan sistem open dumping sudah tidak efektif dan membutuhkan anggaran yang sangat besar dari APBD.
“Menanggapi persoalan sanksi yang diberikan dari KLHK memang soal pengelolaan TPA Blondo yang masih menggunakan open dumping, memang sudah tidak bisa lagi ditangani secara konvensional,” katanya, Senin, 6 Oktober 2025.
Menurutnya, anggaran yang dibutuhkan untuk menutup sistem open dumping dalam satu tahun mencapai Rp18 miliar. Jumlah ini dinilai memberatkan keuangan daerah jika terus dibebankan pada APBD.
“Angka Rp18 miliar ini sangat besar sekali bagi kami, apalagi hanya untuk menutup open dumping yang kami hitung-hitung dalam kurun waktu satu tahun, Rp 18 miliar ini harus kami keluarkan dari anggaran APBD kita,” terangnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemkab Semarang menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, yaitu PT China Water Industry (CWI), perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengolahan sampah dan pengelolaan TPA.
“Kerja sama ini kami lakukan dengan penandatanganan MoU dengan PT CWI itu dan saat ini sedang berproses untuk poin-poin perjanjian kerja sama tersebut. Untuk itu kami mohon doanya, apa yang jadi perhitungan PT CWI dan dari kami Pemda Kabupaten Semarang ini ada satu kesepakatan,” tegasnya.
Skema kerja sama ini mencakup pembagian tanggung jawab antara Pemkab dan PT CWI. Pemkab Semarang tetap bertanggung jawab atas pengelolaan air lindi, sementara proses pemilahan sampah akan dilakukan oleh PT CWI.
“Kemudian untuk pemilihan dan pemilahan sampah organik dan anorganik ini akan dilakukan oleh PT CWI, di mana teknologi pemilahan ini nantinya akan dimanfaatkan oleh PT CWI itu sendiri, seperti sampah organik nanti rencananya akan diolah menjadi sumber energi listrik oleh PT CWI,” bebernya.
Sampah anorganik yang telah dipilah rencananya akan dimanfaatkan menjadi RDF (Refuse Derived Fuel), biji plastik, hingga pelet. Ngesti menyebut kerja sama ini diharapkan dapat mengurangi volume sampah sekaligus memberi nilai ekonomi.
“Memang untuk pengolahan sampah organik dan anorganik oleh PT CWI ini kami akan mempersilahkan perhitungan-perhitungannya oleh pihak ketiga itu. Karena, jelas jika pemilahan berjalan baik maka sampah organik yang mudah busuk ini bisa dimanfaatkan untuk hasil produk turunan lainnya, termasuk anorganik ini juga bisa memiliki nilai ekonomis,” paparnya.
Saat ini, daya tampung TPA Blondo telah ditingkatkan dari luas awal 5,5 hektare menjadi 10,4 hektare. Namun tanpa pengolahan yang memadai, TPA tersebut berisiko kembali penuh dalam waktu singkat.
“Kami berharap dengan adanya kerjasama yang saat ini masih dalam pembahasan ini bisa mengurangi beban tampung di TPA Blondo, sehingga usianya bisa lebih lama lagi ke depannya, apalagi jika kerjasama ini sudah berjalan, maka sampah-sampah yang ada di TPA Blondo itu bisa diolah menjadi produk turunan yang bermanfaat untuk semua kalangan masyarakat,” ucapnya.
Ngesti juga menekankan pentingnya peran serta semua elemen masyarakat dalam penanganan sampah.
Jurnalis: Hesty Imaniar
Editor: Rosyid

































