PATI, Lingkarjateng.id – Meski langgar Perda Pati Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, namun Bupati Pati yang menjabat dua periode 2012-2017 dan 2017-2022, Haryanto, tidak pernah mencabut izin karaoke di atas aset PT KAI turut Desa Puri, Kecamatan/Kabupaten Pati. Hal ini diutarakan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Riyoso.
“Mantan bupati tidak pernah mencabut izin selama tidak diatur UU,” jelas Riyoso saat dikonfirmasi pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Pernyataan ini jelas berbeda dari pernyataan Pejabat Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah (AKPD) pada Bidang Pendapatan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pati Hary Setiana pada Senin, 29 Juli 2024 lalu. Hary Setiana dengan tegas menyatakan bahwa hanya ada enam tempat karaoke berizin yang menyumbang pajak daerah. Sementara yang lain tidak memberikan sumbangsih pajak karena melanggar Perda dan sudah dicabut izinnya oleh Bupati Pati Haryanto pada 2014 lalu.
“Setelah pencabutan izin oleh Bupati tahun 2014, kami tidak lagi memungut meskipun sampai saat ini mereka masih beroperasi. Alasannya, dulu di era Pak Haryanto jika memungut bisa dijadikan alasan pengusaha karaoke untuk tetap beroperasi. Padahal mereka pengusaha karaoke ini mau-mau saja membayar,” terang Hary Setiana pada Jumat, 12 Juli 2024 lalu.
Ketidaksinkronan atas pernyataan dua pejabat di dua instansi berbeda ini, rupanya juga membuat Satpol PP tak bisa berbuat banyak untuk menegakkan Perda. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Kepala Bidang (Kabid) Penegakan Produk Hukum Daerah (PPDH) Satpol PP Pati, Herman Setiyawan, saat ditemui di kantornya, pada Kamis, 1 Agustus 2024 kemarin.
Herman mengatakan perlu kehati-hatian sebelum melakukan penutupan. Untuk itu, pihaknya mengatakan akan melakukan koordinasi terlebih dulu dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Kalau pajak kami belum mendalami. Tetapi kami akan koordinasikan bersama dengan BPKAD terkait itu (pajak),” ujarnya.
Pihak Satpol PP juga mengaku bingung lantaran keberadaan karaoke terus menjamur di Kabupaten Pati, meskipun tidak memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di samping itu, jumlah karaoke terus bertambah seiring dengan kemudahan izin melalui Online Single Submission (OSS).
“Yang punya datanya ‘kan DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Terjadi lonjakan dan ini tidak hanya terjadi di Pati. Di manapun pasti ada karena kemudahan perizinan. Yang namanya investasi ‘kan dipermudah,” tambah dia.
Ia menjelaskan, jika pihaknya tidak bisa serta merta melakukan pengosongan terhadap tempat karaoke yang berdiri di atas tanah milik PT KAI itu. Menurutnya, perlu kehati-hatian sebelum menutup tempat karaoke. Sebab, apabila mengacu pada PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dikatakan bahwa segala usaha mikro cukup melakukan izin melalui OSS yang bisa dengan mudah dilakukan melalui telepon genggam.
Sedangkan, sebanyak enam karaoke yang berada di atas aset PT. KAI diantaranya Citra I, Citra II, Citra III, Romantika, Permata sudah mengantongi izin dari OSS.
Herman menambahkan, dari hasil pertemuan antara Satpol PP dengan DPMPTSP, si pemilik karaoke juga sudah mengantongi izin sewa dari PT KAI di Semarang selaku pemilik lahan.
“Sejauh ini kalau pelanggaran administrasi belum ada. Kita juga harus melihat prinsip kehati-hatian dalam membuat tindakan. Langsung tutup ‘kan tidak boleh,” tegasnya.
Selain berhati-hatilah dalam bertindak, Satpol PP juga harus bekerja sesuai dengan SOP sebelum melakukan tindakan. Herman khawatir, jika penertiban karaoke dilakukan secara sembarangan akan berimbas pada rendahnya nilai investasi di Kabupaten Pati.
Di samping itu, penertiban yang dimaksud sembarangan akan berdampak pada hilangnya mata pencaharian warga yang bekerja dari sektor hiburan malam.
“Kita bekerja secara SOP, ada yang namanya tahapan. Pertama kita lakukan sosialisasi, jika memang ditemukan pelanggaran kita akan tindak. Melalui teguran lisan dan tertulis. Tetapi jika masih bandel akan diberhentikan sementara, bahkan bisa sanksi baru kemudian ditertibkan,” terangnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto/Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)