Kasus Perbudakan ABK di Jateng, Baru Terungkap 18 Orang

BEKERJA: Ilustrasi para pekerja sektor perikanan di daerah Tegal, Jawa Tengah yang bersiap melakukan penangkapan ikan. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

BEKERJA: Ilustrasi para pekerja sektor perikanan di daerah Tegal, Jawa Tengah yang bersiap melakukan penangkapan ikan. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id Perbudakan Anak Buah Kapal (ABK) semakin memprihatinkan. Saat ini baru ada 18 orang yang tercatat mengalami perbudakan di Jawa Tengah.

Jumlah tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan oleh AJI Kota Semarang bekerjasama dengan Green Peace yang mengulik soal perbudakan di Jawa Tengah.

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan mengatakan survei terhadap 18 ABK sesuai indikator dinyatakan oleh Intenational Labour Organization (ILO). Jumlah tersebut hanyalah catatan kecil hasil dari liputan yang dilakukan oleh sejumlah jurnalis di Semarang.

“Itu hanya 18 ABK, masih banyak lagi jumlah perbudakan ABK yang tidak diketahui,” katanya.

Sementara berdasarkan catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sepanjang tahun 2021, terdapat 188 aduan kasus perbudakan terhadap ABK WNI yang bekerja di kapal ikan berbendera asing.  Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah diterima oleh SBMI. Dengan penambahan 188 kasus ini, total kasus ABK yang ditangani SBMI sejak 2013 ada sebanyak 634 kasus.

Dari 188 kasus baru tersebut, 98 diantaranya berasal dari Jawa Tengah, 43 dari Jawa Barat, dan selebihnya dari berbagai provinsi di Indonesia. Untuk menyelesaikan perbudakan ABK oleh bendera asing ini, menurut Aris perlu adanya root map.

Sementara itu, Koordinator Nasional Program ILO Ship to Shore Rights Southeast Asia, Albert Bonasahat mengungkapkan bahwa di wilayah Jawa Tengah akan dilakukan pengawasan dalam penangkapan ikan. Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan ILO dalam pengawasan terhadap ABK merupakan satu langkah mencegah perbudakan dan kerja paksa ABK di Jawa Tengah.

“Ini dilakukan dalam rangka bagian dari pencegahan kerja paksa,” ucapnya saat ditemui di Kantor Dinas Perikanan Jawa Tengah, Senin, 29 Mei 2023.

Pihaknya menyebut, adanya SK di Jawa Tengah merupakan satu langkah bagi ILO untuk membuat root map. Menurutnya, penangkapan ikan tidak hanya fokus pada jumlah produksi, tetapi nasib ABK yang juga bekerja di kapal tersebut bahwasanya rentan terhadap perbudakan.

“Makanya Pemprov Jateng melihat ini harus dicoba untuk dihentikan kerja paksa dan perbudakan. Oleh karena itu, langkah pertama ada SK-nya, berikutnya mereka akan segera melakukan sosialisasi dari norma ketenagakerjaan di Pelabuhan Perikanan di dinas terkait di Jateng,” terangnya. (Lingkar Network | Adimungkas – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version