SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren dalam rapat paripurna yang digelar Selasa, 30 Desember 2025.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, menyampaikan apresiasi kepada DPRD karena proses pembahasan hingga pengesahan Perda tersebut berlangsung relatif cepat.
Menurutnya, dengan disahkannya regulasi tersebut penataan dan pengembangan pesantren di Kota Semarang dapat berjalan lebih optimal.
“Alhamdulillah Perda ini bisa segera disahkan. Kita memasuki tahun baru dengan harapan pesantren semakin tertata dengan baik dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah,” ujarnya.
Meski telah disahkan, Agustina menjelaskan masih ada tahapan lanjutan yang harus dilakukan, yakni pengundangan Perda serta proses pendataan pesantren dan santri.
“Yang paling menarik bagi saya adalah pendataan, sehingga tidak ada santri satupun yang tertinggal,” katanya.
Selain itu, lanjut Agustina, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang juga akan menyiapkan Peraturan Wali Kota (Perwal) sebagai aturan turunan guna mengatur teknis pelaksanaan fasilitasi pengembangan pesantren.
“Perwal menyusul, nanti jadi tugas Bagian Hukum, Kesra harus ada kolaborasi dengan dan dinas lain,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Raperda Fasilitasi Pengembangan Pesantren Sodri menyampaikan, pengesahan Perda ini merupakan hasil dari perjuangan panjang aspirasi pondok pesantren.
Pasalnya, kata Sodri, para santri dan tokoh masyarakat telah lama menginginkan adanya payung hukum khusus bagi pesantren di Kota Semarang.
Ia menjelaskan, Perda tersebut memuat tiga poin utama. Pertama, fasilitasi penyelenggaraan pendidikan pesantren, termasuk pendidikan nonformal seperti kegiatan mengaji yang dapat didukung oleh Pemkot Semarang.
“Kedua, pengembangan fisik sarana prasarana (sarpras) baik asrama, MCK, dan lainnya yang selama ini kurang mendapat perhatian pemerintah,” jelasnya.
Sedangkan yang ketiga, penguatan peran pesantren sebagai pusat dakwah dan pemberdayaan sosial masyarakat, termasuk peningkatan kapasitas santri dan lembaga pesantren, yang memerlukan dukungan pemerintah daerah.
Menurut Sodri, ketiga aspek tersebut akan difasilitasi oleh Pemkot Semarang melalui sinergi dengan pemerintah provinsi, pemerintah pusat, serta pihak swasta.
Ia menambahkan, pesantren yang berhak mendapatkan fasilitasi adalah pesantren yang telah memiliki izin dari Kementerian Agama serta tercatat secara administratif di Pemerintah Kota Semarang.
“Saya kira ponpes yang belum punya izin, Perda ini bisa memberikan motivasi pondok pesantren dalam mengurus izin dan administrasi,” jelasnya.
Berdasarkan data saat ini, terdapat lebih dari 300 pondok pesantren di Kota Semarang yang telah memiliki izin dan berpotensi memperoleh fasilitasi.
Perda tersebut juga memberikan kemudahan dalam pendirian pesantren dengan ketentuan minimal memiliki 15 santri, pengasuh, tempat ibadah, serta asrama.
Sodri menegaskan regulasi tersebut tidak hanya berlaku bagi pesantren umum, tetapi juga mencakup pesantren disabilitas, selama memenuhi persyaratan pendirian yang telah ditetapkan.
“Tidak hanya yang normal saja artinya kita juga memperhatikan pondok pesantren disabilitas artinya mereka bisa mendapat fasilitasi dengan syarat pendirian pondok pesantren,” katanya.
Jurnalis: Syahril Muadz
Editor: Rosyid

































