PATI, Lingkarjateng.id – Bupati Pati, Sudewo, akhirnya buka suara terkait polemik kebijakan lima hari sekolah yang menuai penolakan dari Nahdlatul Ulama (NU) dan masyarakat.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut murni akibat kesalahan internal Dinas Pendidikan, bukan karena persetujuan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pati.
Bupati menyampaikan terima kasih kepada PCNU dan keluarga besarnya yang ikut menenangkan suasana agar kondisi tetap kondusif, serta mengimbau warga Nahdliyin untuk menjaga persaudaraan.
“Saya mohon maaf kepada PCNU atas klaim saya sebelumnya bahwa PCNU setuju lima hari sekolah. Mohon maaf, itu bukan kesalahan saya, melainkan kesalahan internal pemerintahan, khususnya di Dinas Pendidikan,” ujar Bupati Sudewo dalam konferensi pers di Pendopo Kabupaten Pati, Senin, 11 Agustus 2025.
Menurutnya, ide awal lima hari sekolah tersebut ia konsultasikan kepada seluruh pimpinan PCNU di ruang kerjanya. Ia meminta masukan agar penerapan lima hari sekolah tidak mengganggu kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin).
PCNU kemudian memberi saran agar hal itu dibahas lebih lanjut antara Dinas Pendidikan dan PCNU. Arahan tersebut, kata Bupati Sudewo, sudah ditindaklanjuti oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan bersama stafnya dan pihak NU, bahkan sempat melibatkan tim dari IPMAFA. Namun, belakangan ia mengetahui bahwa saran dari NU ternyata tidak dijalankan.
“Saya baru tahu di akhir-akhir ini, saat akan menandatangani SK lima hari sekolah. Saya tanya ke Plt Kepala Dinas Pendidikan, apakah draf ini sudah sesuai masukan NU, dia jawab sudah. Apakah tidak mengganggu Madin, dia jawab tidak. Semua sudah diparaf, makanya saya tanda tangan,” tuturnya.
Namun, situasi berubah saat ia mendapat kabar adanya santri yang akan ikut demo bersama massa aksi 13 Agustus 2025. Setelah menghubungi Ketua PCNU Pati, Yusuf, barulah ia tahu bahwa masukan NU ternyata tidak diakomodir.
“Ternyata lima hari sekolah yang dijalankan itu mengganggu TPQ dan Madin, bahkan dipaksakan seolah-olah sholatnya harus di sekolah. Sekolah yang tidak ada masjidnya pun harus mengadakan sholat Jumat di sekolah. Itu baru saya tahu dan saya langsung tegur Dinas Pendidikan,” jelasnya.
Bupati menegaskan, seharusnya Dinas Pendidikan menyampaikan apa adanya bahwa draf kebijakan itu tidak sesuai dengan masukan NU. Karena itu, ia memutuskan untuk mengembalikan kebijakan menjadi enam hari sekolah.
“Saya sangat tidak setuju kalau lima hari sekolah mengganggu TPQ dan Madin. Jadi saya kembalikan ke enam hari sekolah. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada PCNU dan warga Nahdliyin. Lima hari sekolah ini bukan persetujuan NU, murni karena kesalahan internal Dinas Pendidikan yang tidak menyampaikan kebenaran kepada saya,” tegasnya.
Bupati juga mengajak seluruh warga Pati untuk tetap menjaga kondusivitas daerah.
“Terima kasih kepada keluarga Nahdliyin dan semuanya, ya kitalah untuk jaga kondusivitas di Kabupaten Pati yang kita cintai,” pungkasnya.
Jurnalis: Nailin RA


































