Cerita Pelaku Usaha Olahan Waluh di Tengah Kenaikan Harga Gula

Cerita Pelaku Usaha Olahan Waluh di Tengah Kenaikan Harga Gula

PRODUKSI : Slamet, salah satu pelaku UMKM makanan olahan labu kuning atau waluh di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. (Hesty Imaniar/Lingkarjateng.id)

UNGARAN, Lingkarjateng.id – Gula pasir menjadi salah satu komoditi bahan pangan yang pada saat bulan Ramadhan ini harganya mengalami kenaikan.

Imbasnya, sejumlah pelaku usaha makanan dengan bahan baku gula pasir pun, beramai-ramai menaikkan harga produk mereka karena sangat berpengaruh pada biaya produksi yang mereka jalani.

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Slamet, pelaku UMKM dari Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang yang saat ini aktif memproduksi berbagai produk olahan dari labu kuning (waluh).

“Ya mahal bahan bakunya, gula pasir naik, kelapa juga naik harganya pada Ramadhan ini. Biasanya, satu kali produksi per resep ya, dikira-kira butuh sampai 15 kilogram gula pasir, kelapa, dan waluh,” ungkap Slamet, pada Selasa, 19 Maret 2024.

Slamet juga berbagi cerita, jika untuk ketersediaan waluh dan kelapa, diakuinya tidak terlalu sulit mencarinya.

“Labu dan kelapa naik, tapi masih cenderung stabil, naik turun harganya. Tapi tidak dengan gula pasir, bahkan sebelum Ramadhan harga gula pasir sudah mahal,” bebernya.

Diakuinya, setiap kali Slamet membeli gula pasir di kisaran 50 kilogram atau satu sak harganya Rp 635 ribu.

“Kemarin beli itu harganya sudah naik jadi Rp807.500 per sak atau per 50 kilogram,” lanjut dia.

Meskipun berpengaruh pada produksi, pria paruhbaya itu tidak mau menaikkan harga produknya, dengan alasan tidak tega dengan pelanggan.

Ora tegel (tidak tega), karena pasti gula pasir ini harganya naik ya karena Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Nanti hari-hari biasa pasti turun lagi harganya. Tidak apa-apa untung sedikit, tapi pelanggan masih setia dan tetap beli produk saya,” imbuh Slamet.

Dalam hal produksi, ia mengaku juga tidak melakukan pengurangan sedikit pun, baik jumlah produksi dan jumlah takaran pada gula pasir pada resep miliknya, jumlahnya tetap pada takaran sesuai dengan resep yang ada.

“Sehingga nantinya hasil makanannya tidak ada perubahan dari segi rasa mbak, rasanya tetap yang dicari pelanggan,” ucapnya.

Pada bulan Ramadhan saat ini, Slamet mengaku bahwa ia menambah produksi dari setiap produk yang ia jual.

“Stok untuk di Lebaran, namun tidak semua produk, hanya produk yang memiliki ketahanan yang lama seperti egg roll, stik, galek, dan emping saja,” tuturnya.

Untuk pemesanan masih belum ada peningkatan pada Ramadhan ini, karena diakui Slamet biasanya permintaan akan naik menjelang Lebaran.

“Pesanan atau permintaan belum meningkat. Biasanya nanti jelang Lebaran naik sampai 200 persen. Biasanya produk saya ini dipasarkan di berbagai pusat oleh-oleh yang ada di Magelang, Kabupaten Semarang, Boyolali, Solo, Kota Semarang, dan daerah lainnya di Jawa serta luar Jawa,” jelasnya.

Terakhir, Slamet juga menyebutkan berbagai produknya dibanderol dengan harga mulai dari Rp 15 ribu sampai dengan Rp 35 ribu tergantung jenis dan berat makanan. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version