Konsultan Pertanian Pekalongan Nilai Harga Gabah Kering Rp 6.500 Sulit Diterapkan

Petani padi di Pekalongan

Petani di Kabupaten Pekalongan sedang memanggul gabah hasil panen. (Fahri Akbar/Lingkarjateng.id)

PEKALONGAN, Lingkarjateng.id – Konsultan pertanian dari DeRuci Agriculture, Handono Warih, di Kabupaten Pekalongan menilai kebijakan pemerintah yang menetapkan harga gabah kering sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg) sulit diterapkan di lapangan.

Handono mengungkapkan bahwa berdasarkan pengalamannya membantu petani dalam menjual gabah, harga tinggi seperti yang ditetapkan pemerintah belum berjalan lancar. Menurutnya, mekanisme pasar tetap menjadi faktor utama dalam menentukan harga gabah.

“Realitanya, harga gabah di lapangan masih sering lebih rendah. Pasar tetap bergantung pada supply dan demand, sehingga tidak bisa diintervensi begitu saja,” ujarnya saat ditemui pada Rabu, 5 Februari 2025.

Handono menjelaskan bahwa kualitas dan kuantitas gabah menjadi faktor utama dalam menentukan harga. Jika harga Rp 6.500 per kilogram diterapkan secara merata tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan, hal itu justru dapat merugikan beberapa pihak.

“Setiap gabah memiliki spesifikasi dan proses produksi yang berbeda. Menetapkan harga secara kaku tanpa melihat faktor ini akan sulit direalisasikan,” jelasnya.

Selain itu, ia menyoroti rantai distribusi dari petani hingga ke penggilingan yang turut memengaruhi harga jual gabah. Biaya produksi, ongkos panen, hingga transportasi menjadi aspek yang tidak bisa diabaikan dalam menentukan harga yang wajar.

Handono berharap pemerintah, khususnya Bulog, dapat menyerap gabah langsung dari petani tanpa ada hambatan administratif yang tidak perlu. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam proses pembelian, termasuk menetapkan standar kualitas sejak awal.

“Kita butuh kepastian bahwa gabah petani akan dibeli dengan harga yang layak, terutama saat musim hujan yang bisa memengaruhi kualitas hasil panen. Pemerintah harus memastikan tidak ada keterlambatan dalam penyerapan gabah, karena hal itu berpengaruh pada kualitas dan kesejahteraan petani,” jelasnya.

Lebih lanjut, Handono menegaskan bahwa kebijakan harga tidak cukup hanya ditetapkan dalam bentuk regulasi, tetapi juga harus diikuti dengan pemantauan langsung di lapangan.

“Pemerintah perlu memastikan kebijakan ini benar-benar berjalan dan memberikan manfaat nyata bagi petani,” pungkasnya. (Lingkar Network | Fahri Akbar – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version