Peternak di Pati Keluhkan Pakan Mahal tapi Harga Telur Merosot

peternak di pati

PERAWATAN: Pekerja sedang memberikan makan unggas di peternakan ayam Desa Tluwah, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. (Setyo Nugroho/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.idPeternak di Kabupaten Pati mengeluh harga pakan yang mahal. Apalagi, di tengah harga telur yang merosot. Akibatnya, sejumlah peternak harus gulung tikar.

Peternak ayam petelur asal Desa Tluwah, Juwana, Pati, Scelviana Cahyani (24) mengungkapkan bahwa harga pakan saat ini masih tinggi, baik itu konsentrat, jagung maupun katul. Oleh karena itu, untuk menekan biaya produksi dirinya lebih memilih pakan belum jadi yang kemudian diracik sendiri.

Ia mengatakan, harga konsentrat Rp485.000 per 50 kilogram. Karena menggunakan konsentrat, maka peternak juga perlu menambahkan jagung, sementara harga jagung giling lebih mahal dari jagung biasa.

“Konsentrat sekarang harga Rp485.000 per 50 kilogram. Itu konsentrat bukan makanan jadi. Harus ditambah jagung, terus sebagian peternak ada vitamin tambahan. Harga katul sekarang Rp5.700 yang halus soalnya berpengaruh di produksi ayam. Terus yang jagung biasa belum di giling itu harganya Rp7.000. Kalau jagung giling otomatis lebih mahal,” ungkapnya.

Harga Telur Ayam di Pati Turun Drastis Jelang Natal dan Tahun Baru

Selain pakan, peternak di Pati juga harus mengeluarkan biaya lain setiap harinya, seperti vitamin.

“Juga, vaksin tapi pemberiannya tidak setiap hari tergantung umurnya,” kata dia.

Akibat tidak seimbangnya antara harga telur dengan pakan, beberapa peternak di Pati yang ia kenali mengalami kebangkrutan. Rata-rata mereka yang bangkrut merupakan peternak kecil dan sedang. Kemudian, adanya penyakit yang muncul di awal musim penghujan seperti virus flu burung, katanya, juga membuat peternak mengalami gulung tikar.

“Otomatis peternak yang kapasitas kecil itu akhirnya gulung tikar. Akhirnya produksi turun, ayamnya mati. Makanya peternak kecil memilih untuk tutup daripada tidak menutupi operasional. Itu diperparah bulan kemarin kan mulai hujan, nah itu biasanya banyak penyakit contoh virus flu burung,” ujarnya.

Ia mencontohkan beberapa peternak kenalannya di Desa Tegalwero, Kecamatan Pucakwangi, dan Desa Tanjungsekar, Kecamatan Jakenan yang tidak mampu mempertahankan usahanya.

Ia pun mengaku dengan kondisi tersebut membuat peternak di Pati merasa sedih.

“Ada, dua teman yang gulung tikar. Itu di Desa Tegalwero sama di Tanjungsari Jakenan. Harga beras naik, otomatis harga katul juga naik. Peternak sedih kalau seperti ini,” tandasnya. 

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kabupaten Pati Niken Tri Meiningrum mengimbau para peternak mengatur jadwal produksi telur sesuai dengan fluktuasi harga di pasaran.

“Memang harga saat ini khususnya telur ini kan cukup Tinggi. Jadi harga kadang-kadang melonjak, terus panen bersama-sama terus harganya anjlok. Nah ini peternak harus pintar-pintar menjadwalkan kapan dia harus produksi kapan dia saat tertentu produksi melimpah. Ini kan mempengaruhi harga telur,” ujarnya.

Untuk mengurangi biaya produksi, kata dia, peternak bisa berinisiatif membuat pakan ternak sendiri.

“Kemarin kita coba di daerah beketel itu dia sudah mengolah jagung disana,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kabupaten Pati Kuswantoro mengatakan harga telur merosot karena stok di pasaran melimpah. Dalam hal ini, katanya, tidak hanya dialami oleh Kabupaten Pati saja.

“Stok telur di mana-mana cukup banyak juga, seperti Blitar dan Kediri stoknya mencukupi. Makanya harga telur turun di akhir tahun,” ungkapnya, pada Senin, 18 Desember 2023.

Ia menyebutkan, harga telur ayam negeri di pasaran berkisar Rp26.000 hingga Rp27.000 per kilogram. Kemudian, harga telur ayam kampung sebesar Rp52.500 per kilogram. 

“Telur ayam mengalami penurunan. Minggu kemarin Rp27.000 per kilogram, namun minggu ini Rp26.000 per kilogram. Penurunan drastis terjadi sejak November, padahal pada bulan sebelumnya harga telur mencapai Rp31.000 sampai Rp32.000 per kilogram,” jelasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)

Exit mobile version