PATI, Lingkarjateng.id – Petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, kembali menggelar aksi untuk menuntut pengembalian tanah nenek moyang yang dikuasai oleh PT Laju Perdana Indah (LPI) pada Senin, 20 Januari 2025. Pasalnya, tanah seluas 7,3 hektare dengan izin hak guna bangunan (HGB) pada PT LPI telah habis pada tanggal 27 September 2024 lalu.
Dalam audiensi bersama DPRD Pati, perwakilan petani Desa Pundenrejo, Zainuddin, mengatakan bahwa kedatangan mereka untuk menuntut agar permasalahan konflik lahan di dese setempat segera terselesaikan.
“Memang kami menuntut supaya permasalahan ini terselesaikan untuk mengembalikan. Rakyat ini meminta supaya Pak DPR memberikan rekomendasi supaya tanah itu kembali ke rakyat,” kata Zainuddin.
Walaupun dalam audiensi tersebut belum ada titik temu, pihaknya tetap terus berusaha memperjuangkan hak tanah petani Desa Pundenrejo. Ia berharap agar DPRD Kabupaten Pati membantu memperjuangkan tanah petani yang saat ini dikuasai oleh PT LPI.
“Kami bermediasi memang belum ada titik temu penyelesaian, memang kami tetap bersama-sama memperjuangkan dan Bapak DPRD tetap mendukung dan membantu sepenuhnya, memperjuangkan dan mengembalikan supaya jadi pihak petani untuk kembalinya tanah itu,” ucapnya.
Sementara itu, Kuasa hukum dari Petani Pundenrejo, Nimerodi Gulo, mendesak DPRD Pati agar PT LPI dapat melepas tanah seluas 7,3 hektare di Desa Pundenrejo.
“Kita minta tadi kepada dewan, agar dewan-dewan sebagai meminta agar tanah ini diserahkan kepada petani-petani karena secara hukum, hak asasi manusia petani itu baru disebut petani kalau punya lahan,” ujar dia.
Di sisi lain, perwakilan dari kantor Direksi LPI Jakarta, Teguh Hindrawan, menilai masuknya perusahaan tersebut ke Desa Pundenrejo bisa memperbaiki perekonomian masyarakat setempat.
“PT LPI, masuk di Pati saat krisis ekonomi. Kami memang bergerak di pabrik tebu dan gula,” kata Teguh.
Terkait dengan HGB, ia mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah mengurus proses perpanjangan izin.
“Mengajukan permohonan baru, kami serahkan kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional),” katanya.
Sementara, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Pati, Muslihan, mengatakan bahwa konflik tersebut saat ini belum bisa terselesaikan mengingat dibutuhkan PPATK Bidang Pertanahan sebagai pihak yang berwenang memberi keputusan.
Rencananya, pihaknya bakal menggelar rapat kembali terkait konflik tersebut.
“Untuk rencana rapat kembali nanti ya kita jadwalkan sesuai BANMUS, karena Januari sudah tidak ada jadwal karena sudah ada kegiatan. Jadi nanti di BANMUS kita jadwalkan di rapat BANMUS,” ucapnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)