Germap Minta Satreskrim Audit Potensi Kerugian Pajak Daerah Karaoke Pati di BPKAD sejak 2014-2024

Germap Minta Satreskrim Audit Potensi Kerugian Pajak Daerah Karaoke Pati di BPKAD

AUDIENSI: Gerakan Masyarakat Antipungli (Germap) meminta bantuan kepada Satreskrim Polresta Pati untuk membuka data potensi penerimaan pajak dari sektor karaoke di BPKAD sejak tahun 2014-2024, pada Rabu, 21 Agustus 2024. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Gerakan Masyarakat Antipungli (Germap) meminta bantuan kepada Satreskrim Polresta Pati sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mendapatkan data potensi penerimaan pajak daerah dari sektor karaoke sejak tahun 2014-2024 di Kantor BPKAD Kabupaten Pati karena diduga telah terjadi dugaan kerugian pajak daerah.

Didampingi sejumlah anggotanya, Ketua Germap Cahya Basuki atau yang akrab disapa Yayak Gundul ditemui Kanit II Satreskrim Polresta Pati.

“Audiensi ini bukan karena kita komplain, tapi karena kita dekat dengan Polresta. Di sini kami membahas dugaan penyalahgunaan wewenang oknum pejabat di Pemkab Pati yang mengakibatkan kerugian Pendapatan Daerah dari sektor Pajak Karaoke”, ujarnya di Pati, Jawa Tengah, pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Menurutnya, pihak kepolisian sudah bekerja sesuai dengan tugasnya dengan memanggil terlapor. Namun demikian dirinya menilai dengan adanya temuan bahan baru yang mengarah pada kemungkinan terjadinya kerugian pendapatan daerah dari sektor Pajak Karaoke, maka hal ini patut untuk digali lebih dalam lagi.

“Setau saya pajak karaoke itu punya masa kadaluwarsa yaitu selama lima tahun. Sementara itu menurut pengakuan dari pegawai BPKAD Kab. Pati menyatakan kalau Pajak Daerah Karaoke di luar fasilitas hotel tidak ditarik sejak dari tahun 2014 hingga sekarang tahun 2024, meskipun pengusahanya bersedia membayar. Ini berarti ada kesengajaan dan terdapat Potensi pendapatan Pajak Karaoke yang telah kadaluarsa karena lebih dari lima tahun, artinya apa yaitu Pemkab Pati mengalami kerugian, karena pendapatan Pajak Karaoke yang mestinya bisa masuk dalam Pendapatan Daerah karena kadaluarsa menyebabkan hangus dan tidak bisa ditarik lagi. Ini adalah pemahaman saya, kalau salah mohon maaf dan BPKAD bisa meluruskan” ucapnya panjang lebar.

Dalam pertemuan tersebut, Yayak meminta bantuan Polresta Pati untuk membuka data informasi potensi penerimaan pajak karaoke sejak tahun 2014-2024. Sebab, menurut Diskominfo Pati data tersebut merupakan informasi yang dikecualikan, sehingga pihaknya sebagai warga biasa tidak bisa mengakses.

Padahal, menurut Yayak, data tersebut sangat penting untuk dijadikan alat bukti laporannya terhadap tiga pejabat di Pemkab Pati. Mengingat, terhitung sejak tahun 2014 hingga 2024, pajak dari usaha karaoke tidak ditarik oleh Pemkab Pati melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Kami ingin tahu kepastian hukumnya seperti apa. Karena ini informasi penting bagi kami agar masyarakat tidak salah paham. Kemarin saya audiensi di BPKAD dan Diskominfo salinannya tidak dikasih, alasannya itu adalah informasi yang dikecualikan. Yang bisa membuka itu kepolisian, karena kami masyarakat tidak bisa. Jadi kita meminta tolong polisi agar mengarah ke dua dinas tersebut,” jelasnya.

Yayak menyampaikan bahwa keberadaan tempat karaoke yang tidak ditarik pajak ini sangat merugikan Pemkab Pati karena tidak menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, usaha karaoke merupakan salah satu usaha hiburan yang wajib ditarik pajak. Pajaknya pun tak tanggung-tanggung, hingga 40 persen.

Jumlah yang disetorkan pun luar biasa besar. Dari data yang dihimpun dari BPKAD Pati, penerimaan pajak daerah dari usaha karaoke pada Juli 2024 mencapai Rp 123.726.086 dari target sebesar Rp 36 juta. Itu pun hanya berasal dari 6 tempat karaoke fasilitas hotel di Kabupaten Pati, yaitu: Hotel 21, 99, MJ, New Merdeka, Safin, dan One hotel. Kesemuanya merupakan hotel yang menginduk dengan Hotel.

Sementara, usaha karaoke yang lain, yang tidak menginduk dengan hotel dianggap melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, sehingga tidak ditarik pajak daerah sejak 2014. Padahal masih beroperasi hingga sekarang dan tentu menghasilkan omzet yang luar biasa.

Oleh karena itu, Germap menuntut ketegasan dari APH untuk membongkar dugaan kerugian pajak daerah karaoke sejak 2014-2024. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version