PATI, Lingkarjateng.id – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jawa Tengah akan segera melakukan pendalaman untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pengisian perangkat desa (perades) sebelum membentuk panitia khusus (pansus).
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Pati, Narso, menyebut rencana penyelidikan tersebut sesuai dengan instruksi dari Ketua DPRD Kabupaten Pati, Ali Badrudin.
Pihaknya mengaku bakal mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu untuk menguatkan tim dalam menggugat hasil pengisian perades yang diduga penuh kecurangan.
“Sesuai instruksi Pak Ketua, kami dari Komisi A akan melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran tersebut. Kami akan mendalami terlebih dulu. Jika memang diperlukan pansus akan dibentuk sesuai tahapan yang berlaku,” kata Narso pada Selasa, 5 November 2024.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Pati Ali Badrudin telah memberikan instruksi kepada Komisi A untuk melakukan investigasi terkait dugaan kecurangan seleksi perades yang disampaikan oleh aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus saat audiensi pada Senin, 4 November 2024.
“Saya minta nanti Komisi A melakukan investigasi terlebih dahulu, terkait bukti-bukti yang sudah dimiliki para mahasiswa bisa diserahkan kepada kami. Membuat pansus tidak segampang itu, kita lalui tahapannya dulu,” ujar Ali.
Menurut Ali, pelaksanaan ujian tertulis perades yang dilakukan di Kota Semarang menyalahi aturan. Pasalnya, Penjabat (Pj.) Bupati Pati Sujarwanto Dwiatmoko telah mengeluarkan surat edaran yang memerintahkan supaya ujian dilakukan di Kabupaten Pati.
“Ini sudah kita sampaikan di tahun 2022 ketika pengisian perangkat desa. Saya itu lebih suka pengisian perangkat desa itu dilaksanakan di Kabupaten Pati sendiri. Masak orang Pati tidak percaya dengan kondisi Pati sendiri. Pati ini ‘kan aman, damai. Kenapa kok dilaksanakan di luar,” tegas Ali.
Sebelumnya, Arifin, perwakilan dari aliansi mahasiswa, menduga ujian tertulis perades yang dilakukan dengan sistem lembar jawab komputer (LJK) penuh dengan dugaan kecurangan. Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan adanya beberapa kartu ujian tes yang tidak diberi nomor hingga ketiadaan foto peserta ujian.
“Kita sama-sama tahu bahwasannya program atau teknis ujian adalah LJK yang rentan dimanipulasi. Ada laporan bukti penyelenggara tidak siap, banyak kartu ujian tidak ada fotonya, tidak ada nomornya,” sebutnya.
Arifin juga menyinggung alasan dari para kepala desa (kades) mendesak pengisian perades disegerakan karena mengganggu pelayanan publik.
Menurutnya, alasan tersebut tidak logis mengingat dalam beberapa tahun terakhir kekosongan kursi perades tidak mengganggu layanan bagi masyarakat. Atas dasar itulah mahasiswa menganggap pengisian perades kali ini penuh dengan intervensi dan kepentingan dari para kades.
“Kekosongan perangkat itu sudah kosong beberapa tahun, tetapi pelayanan pemerintah desa masih biasa saja. Tetapi kenapa tiba-tiba menjelang Pilkada diadakan pengisian,” ucapnya dengan skeptis. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)