Kejari Kudus Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi Mega Proyek Senilai Miliaran Rupiah

Demo di Kejari Kudus

Para aktivis menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada Senin, 9 Desember 2024. (Mohammad Fahtur Rohman/Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id – Bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia, sejumlah aktivis menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada Senin, 9 Desember 2024.

Dalam aksinya, para aktivis mendesak Kejari Kudus untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi mega proyek yang merugikan negara hingga miliaran rupiah. Beberapa kasus besar yang disorot antara lain dugaan korupsi proyek Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT), hibah fiktif ke organisasi masyarakat (ormas), program umroh gratis, dan lainnya.

“Kami mengingatkan Kejari Kudus agar serius menangani kasus-kasus ini. Jangan sampai korupsi terus terjadi dan rakyat yang dirugikan,” tegas Sururi Mujib selaku koordinator aksi.

Para demonstran juga membentangkan spanduk bertuliskan “Korupsi Menjadi-jadi, Bongkar!” dan berorasi menggunakan sound system. Meski tanpa tindakan anarkis, puluhan aparat dari Polres Kudus tetap berjaga untuk mengamankan aksi.

Usai berorasi, perwakilan demonstran diterima untuk audiensi dengan Kepala Kejari Kudus. Setelah itu, massa membubarkan diri dengan tertib.

Sebagai informasi, proyek pembangunan SIHT di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, yang didanai anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) senilai Rp 9,16 miliar diduga bermasalah, terutama dalam pengadaan tanah urug.

Kajari Kudus, Hendriyadi W Putro, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan kejanggalan pada mekanisme pengadaan tanah urug.

Menurutnya, material yang digunakan tidak sesuai dengan dokumen lelang, dan pengerjaan proyek dialihkan ke subkontraktor tanpa persetujuan pejabat terkait.

“Ada temuan kelebihan volume tanah urug yang tidak sesuai dengan perhitungan awal. Kami juga menduga ada kerugian negara akibat perbedaan harga satuan material,” ujar Hendriyadi.

Dari nilai kontrak sebesar Rp 9,16 miliar, pekerjaan tanah urug justru dilelang kembali oleh oknum tertentu dengan nilai jauh lebih rendah, yakni Rp 3,1 miliar.

Saat ini, Kejari Kudus telah memeriksa 20 saksi dan sedang menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hendriyadi menargetkan penyelidikan kasus ini dapat selesai pada akhir tahun 2024.

“Kami berkomitmen menuntaskan kasus ini secepat mungkin demi keadilan dan kepentingan masyarakat,” pungkasnya. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version