Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tempe Kendal Perkecil Ukuran

MAHAL: Sutrimo terpaksa memperkecil ukuran tempe, Rabu (19/1). (Unggul Priambodo/Lingkarjateng.id)

MAHAL: Sutrimo terpaksa memperkecil ukuran tempe, Rabu (19/1). (Unggul Priambodo/Lingkarjateng.id)

KENDAL, Lingkarjateng.id – Kenaikan harga kedelai yang tinggi di Kabupaten Kendal sejak awal tahun 2022 berimbas kepada para perajin kedelai. Untuk menyeimbangkan bahan baku dan nilai jual, para perajin terpaksa memperkecil ukuran tempe.

Hal tersebut dilakukan para perajin karena mereka tidak berani menaikkan harga jual tempe. Para perajin tempe mengaku takut apabila harga dinaikan menjadi tidak laku. Sutrimo salah seorang perajin tempe mengaku hanya memperkecil ukuran yang dilakukan agar seimbang.

“Kalau harga tempenya ikut dinaikkan, saya khawatir tidak akan laku. Nanti juga bisa dapat protes dari para pembeli,” ujar Sutrimo saat ditemui Rabu (19/1).

Harga Tepung Naik, Pengusaha Kerupuk Rembang Terancam Gulung Tikar

Diakuinya, kenaikan harga kedelai yang tembus Rp 10.500 hingga Rp 11.000 membuat perajin tempe seperti dirinya kelimpungan. Biasanya, dalam sehari Sutrimo bisa menghabiskan 3,5 kwintal kedelai untuk memproduksi tempe.

“Kalau normal sekilo itu jadi 10 bungkus, sekarang harus jadi 13 bungkus tempe. Karena saya merasa tertekan dengan harga kedelai yang naik ini. Dan saya ingin pemerintah bisa mengendalikan harga kedelai. Wajarnya ya Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu saja,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Harum Kabupaten Kendal, Rifai mengatakan, menurutnya kenaikan harga kedelai dipengaruhi faktor stok barang dan kelangkaan barang.

Kota Industri Kendal Persiapkan SDM Siap Kerja

“Itu terjadi akibat kedatangan barang yang terganggu dan jadwal kapal yang lambat. Saat ini stok kedelai di Kabupaten Kendal aman, tapi harganya tinggi, harusnya harga normal untuk sekarang sekitar Rp 9.500 per kilonya,” ujar Rifai.

Rifai menambahkan, rata-rata kebutuhan kedelai di Kabupaten Kendal saat ini mencapai 1.000 ton per bulan. Namun, saat ini hanya bisa tercukupi setengahnya. (Lingkar Network | Unggul Priambodo – Koran Lingkar)

Exit mobile version