JEPARA, Lingkarjateng.id – Pansus (Panitia Khusus) Hak Interpelasi tentang pencabutan izin PT BPR Bank Jepara Artha (BJA) menemukan sejumlah temuan selama melakukan pendalaman terkait kasus BJA. Hal tersebut dibahas dalam rapat terbuka Pansus kasus BJA di Ruang Serbaguna DPRD Jepara, Kamis, 25 Juli 2024.
Ketua Pansus Hak Interpelasi kasus BJA, Padmono Wisnugroho, menyampaikan bahwa terdapat beberapa temuan dari hasil penjelasan jajaran pejabat BJA. Di antaranya pencairan kredit yang tidak mempertimbangkan risiko dan penggunaan analisis agunan oleh pihak eksternal BJA.
“Terkait pencairan kredit sebenarnya sudah ada rekomendasi atau warning, bahwa kredit-kredit yang diajukan mempunyai risiko tinggi dengan dasar analisis 5 C yaitu, character, capacity, capital, collateral, condition. Tapi kenyataannya setelah ada warning yang telah disampaikan kepada direktur utama, kredit-kredit yang mempunyai risiko tinggi tetap dicairkan. Keputusan ini tidak sesuai dengan sisi kewajaran untuk mencairkan suatu kredit yang nilainya besar ke luar daerah,” bebernya.
DPRD Jepara Bentuk Pansus untuk Dalami Pencabutan Izin BPR Bank Jepara Artha
Kemudian terkait analisis agunan, lanjut Wisnu, BJA menyerahkan analisis nilai agunan para debitur kepada pihak eksternal BJA yaitu apprasial yang diajukan oleh debitur. Sehingga hal tersebut memungkinkan adanya mark up nilai agunan para debitur yang menimbulkan kredit macet.
“Analisis internal BJA hanya dilakukan sampai ke tempat usaha dan lainnya, tapi untuk analisa nilai agunannya diserahkan kepada pihak luar BJA atau appraisal yang diajukan oleh debiturnya. Ini juga suatu keanehan sehingga bisa jadi ada semacam mark up dari nilai agunan. Jadi sangat tidak seimbang dengan kredit yang diajukan. Itulah yang kemudian menimbulkan kredit macet. Ini yang besok kita akan dalami,” paparnya.
Maka dari itu, pihaknya pada pertemuan selanjutnya akan mendalami terkait penggunaan analisis nilai agunan dari pihak eksternal BJA.
Wisnu pun menyayangkan ketidakhadiran mantan Direktur Utama BJA Jhendik Handoko, pasalnya dirinyalah yang seharusnya bertanggungjawab dan memberi penjelasan secara detai terkait masalah tersebut.
“Mudah-mudahan besok Pak Jhendik bisa hadir sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat Jepara. Kami saja ikut merasa bertanggungjawab, tapi pertanggungjawaban kami adalah menjalankan fungsi pengawasan kami untuk membongkar masalah ini agar masyarakat tahu secara jelas,” tuturnya.
Blak-blakan! Pj Bupati Ungkap Awal Kasus Pencabutan Izin Bank Jepara Artha
Meskipun permasalahan BJA sudah diproses secara hukum, jajaran pejabat BJA tetap mempunyai tanggung jawab untuk memberikan keterangan yang jelas kepada masyarakat.
“Proses hukum memang sudah berlangsung, tapi mereka tetap bertanggungjawab untuk memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada masyarakat. Soalnya tujuan kita adalah menyelamatkan harta dari masyarakat,” ucapnya.
Wisnu mengatakan untuk mendalami permasalahan tersebut, Pansus Hak Interpelasi kasus BJA diberi waktu sampai 8 Agustus 2024 atau sebelum pelantikan DPRD. Namun masa kerja dapat diperpanjang apabila permasalahan belum jelas.
“Selain pansus perda mempunyai jangka waktu sampai 6 bulan. Jadi seandainya tanggal 8 belum selesai kita cukup memberikan laporan dan pansus ini bisa diperpanjang di periode selanjutnya. Besok rencananya kita akan panggil Pak Jhendik, bagian hukum dan perekonomian Setda Jepara,” pungkasnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)