SEMARANG, Lingkarjateng.id – Pasar Bulu Semarang sudah ditetapkan sebagai pasar tradisional berbasis digital sejak, Kamis (7/10). Dalam kegiatan launching, juga dilakukan simulasi penggunaan aplikasi pembayaran digital QRIS dan aplikasi belanja pasar.id.
Kendati demikian hal tersebut mendapat berbagai tanggapan dari para pedagang yang ada di Pasar Bulu. Beberapa dari mereka mengeluh masih kesulitan dalam penerapannya.
Digitalisasi pasar tradisional ini bertujuan untuk memudahkan pembeli maupun pedagang dalam kegiatan jual beli.
Pembeli bisa membeli kebutuhan pokok melalui aplikasi dari rumah masing-masing. Sementara pedagang bisa menggunakan aplikasi untuk pembayaran sewa tempat, listrik, hingga air.
Salah satunya diungkapkan Badrian (64) seorang pedagang baju. Menurutnya, program tersebut lebih cocok ditujukan bagi para pedagang yang masih muda.
Baca juga:
Ganjar Lantik Sumarno Jadi Sekda Jateng, Hasil Putusan Presiden Jokowi
“Kalau saya karena umurnya sudah tua cukup kesulitan dalam penerapannya. Bisa dibilang kan gaptek (gagap teknologi). Tapi mungkin untuk pedagang yang masih muda ini program yang bagus. Pasti mereka bisa menggunakan itu,” ujarnya, kemarin.
Adakan Pelatihan untuk Para Pedagang
Hal senada juga diungkapkan oleh pedagang lain Abdul Rohim (36). Meskipun sebelumnya sudah ada sosialisasi terkait teknis penggunaan, namun menurutnya masih perlu pendampingan lebih lanjut.
“Kemarin sebelum acara ini, juga sudah ada sosialisasi penggunaan aplikasi. Tapi masih perwakilan. Ke depan sih, saya dengar-dengar, akan ada pendampingan dari BRI perihal penggunaan aplikasi belanja,” terangnya.
Guna mengatasi permasalahan itu, perwakilan BRI Semarang Wahyu Sulistiyono menyampaikan jika akan ada pendampingan pelatihan terkait penggunaan aplikasi QRIS dan Pasar.id.
“Nanti ke depan tetap ada pendampingan dan pelatihan kepada para pedagang Pasar Bulu,” imbuhnya.
Baca juga:
Ganjar Minta Sekda Sumarno Segera Tancap Gas
Bahkan pelatihan itu didukung dengan adanya Rumah BUMN yang bertujuan untuk memberi fasilitas kepada para pelaku usaha. Lokasinya berada di Pekalongan, Demak, dan Semarang.
“Adanya Rumah BUMN ini untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pedagang supaya mereka bisa beradaptasi di era new normal,” pungkasnya. Salah satunya, melalui upaya yang bisa ditaati atau dengan tidak dipermudah untuk bisa mendapatkan dispensasi nikah. Seperti berkaitan dengan warga yang mengajukan pernikahan belum cukup umur. (LingkarNetWork/Koran Lingkar Jateng)
Discussion about this post