SEMARANG, Lingkarjateng.id – Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Sifin Almufti mendukung tuntutan buruh untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK).
Menurutnya hal tersebut penting untuk menjaga psikologis para buruh terutama di tengah masa pandemi ini.
“Itu tuntutan setiap masyarakat. Tidak ada orang yang ingin produktivitasnya dihargai dengan harga yang rendah. Tapi harus proporsional,” ujar Sifin pada Kamis (28/10/21).
Dengan adanya kenaikan UMP dan UMK tersebut, lanjutnya, buruh akan merasa diperhatikan. Sebesar apapun persentase kenaikannya, dimungkinkan hal itu bisa menjadi pemantik semangat kerja para buruh.
“Saya mendukung itu, selama ada kemungkinan untuk naik kenapa tidak? Jangan sampai pelaku usaha memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat yang kurang. Mereka bisa maju juga karena buruh,” tegasnya.
Kendati demikian tuntutan itu juga harus memperhatikan kondisi terkini dan dunia usaha juga. Sebab ada beberapa perusahaan yang mengalami kesulitan bahkan dinyatakan pailit karena pandemi.
Selain itu komunikasi juga menjadi hal yang penting dalam menyelesaikan setiap masalah. Dengan adanya komunikasi yang baik, keluhan dari buruh bisa tersampaikan kepada pihak terkait.
Dalam hal ini, Sifin juga percaya Ibu Kota Jawa Tengah mampu mengatasi permasalahan tuntutan tersebut.
“Meskipun masih saja ada perusahaan yang bergejolak, tapi saya yakin Pemerintah Kota Semarang mampu mengatasi itu,” ibunya.
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Semarang melakukan aksi unjuk rasa di kantor BPS dan DPRD Provinsi Jateng.
Aksi tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengawal isu UMP dan UMK Semarang tahun 2022 yang akan diumumkan pada November mendatang.
Koordinator aksi Luqmanul Hakim mengatakan ada empat tuntutan yang ingin disampaikan FSMI Kota Semarang. Pertama yakni menetapkan kenaikan UMK diatas 10 persen.
Kemudian membatalkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selanjutnya cabut PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan dan yang terakhir berlakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa Omnibus Law.
Saat ini UMP Jawa Tengah masih berada di angka Rp1.789.979. Artinya UMP Jawa Tengah ada di bawah Jawa Barat dan Jawa Timur yang sudah menetapkan di atas Rp1.800.000. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)