Tercatat Ada Ratusan Kasus DBD di Grobogan hingga Akibatkan 16 Korban Jiwa

DBD

Ilustrasi nyamuk penyebab demam berdarah dengue (DBD). (UNAIR/Lingkarjateng.id)

GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( P2P) Dinkes Grobogan, ratusan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Grobogan hingga mengakibatkan 16 korban jiwa di pekan ke-20.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ( P2P) Dinkes Grobogan, Djatmiko mengatakan, secara global, berdasarkan jumlah surat atau laporan kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS) diketahui mencapai 1339, sedangkan yang tercatat demam dengue sejumlah 747.

“Demam berdarah dengue (DBD) sejumlah 494. Serta dengue shock syndrome (DSS) 25 kasus,” kata Djatmiko, Selasa (28/5).

Angka kematian penderita DBD di Grobogan saat ini, sambung Djatmiko, memasuki pekan ke-20 sudah mencapai 16 kasus dengan angka rata-rata kematian kasar sekitar 3,08 persen.

Salah satu upaya guna menekan penyebaran DBD di Grobogan adalah melakukan penyelidikan epidemiologi setiap kasus DBD di wilayah puskesmas.

Tujuannya, kata Djatmiko untuk mengkaji sumber penularan, faktor resiko penularan DBD serta edukasi terhadap masyarakat dan pemangku kebijakan. “Selain fogging, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta pembagian larvasida harus dilakukan secara massive,” pintanya.

Pihaknya menyebut, tujuan utama fogging adalah membunuh induk nyamuk serta menurunkan psikologis masyarakat yang cemas karena kejadian kasus DBD di lingkungannya.

Lebih lanjut, ia berharap, gerakan PSN tak hanya dilakukan di lingkungan sekitar lokasi penderita, namun gerakan tersebut juga dilaksanakan di lingkungan-lingkungan sekolah. Selain itu, pihaknya menekankan pelayanan kesehatan baik Puskesmas, RS, dan Klinik.

“Untuk kasus anak demam lebih dari 2-3 hari diminta cek laboratorium darah lengkap atau pemeriksaan rapid tes DBD,” pintanya.

Dalam hal ini, perincian total kasus dibulan Januari 114, Februari 125, Maret 104, April 86, Mei pekan Keempat mencapai 90 kasus.

Sementara, kasus kematian yang terjadi, terbanyak menyasar balita, namun kasus kematian juga terjadi pada anak-anak hingga remaja.

“Balita sembilan orang, anak-anak tiga orang. Sementara remaja rentan usia 10 hingga 15 tahun sebanyak empat orang,” tambahnya. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version