Menggunung, Timbunan Sampah di TPA Ngembak Grobogan Capai 80 Ton per Hari

Menggunung Timbunan Sampah di TPA Ngembak Grobogan Capai 80 Ton per Hari

MEMBLUDAK: Sejumlah pemulung mengais sampah di TPA Ngembak, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, baru-baru ini. (Dok. Pribadi for Lingkar/Lingkarjateng.id)

GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Hampir setiap hari sampah yang masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngembak, Purwodadi, Kabupaten Grobogan mencapai 80 ton setiap hari. Hal ini menyebabkan tumpukan sampah di sana makin menggunung.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Grobogan Mokamat mengungkapkan, daya tampung TPA tersebut berdasarkan penelitian mampu menampung sampah hingga tahun 2030. Namun melihat kondisinya sekarang, umur TPA tersebut diperkirakan akan lebih cepat.

Oleh Sebab itu, kata dia, pihaknya akan menggunakan sistem sistem refuse derived fuel (RDF) dalam mengelola sampah di TPA Ngembak. Sistem RDF adalah pengolahan sampah yang menghasilkan bahan bakar atau bahan baku.

“Kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi. Sampah yang masuk ke TPA sekitar 70-80 ton. Sedangkan potensi sampah se-Kabupaten Grobogan dalam sehari mencapai 600 ton. Sehingga baru sekitar 10 persen sampah yang masuk ke TPA,” ucapnya, pada Minggu, 29 Oktober 2023.

Menurutnya, dibutuhkan sistem pengelolaan sampah agar TPA mampu optimal dimanfaatkan. Sebab, ke depan Pemkab tidak diizinkan membangun TPA baru seperti yang beberapa tahun lalu sempat diwacanakan pendiriannya pada wilayah barat.

“Ke depannya sampah harus dapat diolah. Kami mencoba menekan pengurangan sampah yang masuk ke TPA dengan menggunakan sistem RDF. Pengelolaan sampah ke depan tidak lagi konvensional. Namun harus diolah, dipilah, dan menjadi bahan berguna,” jelasnya.

Selanjutnya, pengelolaan sampah akan dapat menghasilkan bahan bakar atau bahan baku bangunan. Untuk itu pengelolaan sampah akan dibuat semi modern. Sehingga, sampah tersebut akan menjadi lebih bermanfaat sebagai energi terbarukan pengganti batu bara.

“Kami juga mulai mengajak perusahaan semen untuk mengolah sampah di TPA menjadi energi terbarukan. Jadi nanti khusus sampah plastik harus dihancurkan, sehingga menjadi kepingan kecil-kecil. Kemudian dikeringkan dengan suhu tertentu yang nantinya bisa dipakai sebagai bahan bakar di pabrik semen tersebut,” paparnya.

Kendati demikian, lanjutnya, pengelolaan semi modern ini tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat dan membutuhkan biaya cukup besar, sehingga kemungkinan pengelolaan semi modern akan diusulkan pada tahun 2025 atau 2026. Misalnya pembangunan TPA di Cilacap yang menghabiskan anggaran puluhan miliar.

Hasil dari studi banding di Banyumas dan Cilacap, pihaknya akan menggabungkan pengelolaan sampah seperti yang dilakukan di TPA Banyumas dan Cilacap.

“Setelah kami melakukan studi banding ke Banyumas dan Cilacap. Mungkin pengelolaan sampah di TPA akan mengolaborasi keduanya. Kami tertarik alat yang ada di TPA Cilacap,” ujarnya.

Ia menjelaskan, bahwa alat yang ada di Kabupaten Cilacap tersebut bisa memilah sendiri jenis-jenis sampah. Sampah yang dimasukkan ke mesin bisa memilah sendiri secara otomatis. Selain itu, alat tersebut mampu menampung sampah sekitar 150 hingga 300 ton sampah sekaligus.

Ia mengeluhkan kendala pembelian serta pemeliharaan alat tersebut, karena membutuhkan biaya yang mahal. Sehingga, kemungkinan akan dimodifikasi dengan pengelolaan sampah yang diberlakukan di Banyumas.

“Di Banyumas, sampah yang masuk ke TPA harus dipilah terlebih dahulu. Setelah dipilah, baru dibuang ke TPA,” paparnya. (Lingkar Network | Eko Wicaksono – Koran Lingkar)

Exit mobile version