BLORA, Lingkarjateng.id – Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Blora tahun 2026 akhirnya mencapai kesepakatan setelah melalui pembahasan intensif hingga pertengahan Desember 2025. Dewan Pengupahan Kabupaten Blora menyepakati UMK 2026 sebesar Rp2.345.695 dan telah mengajukannya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur.
Nilai tersebut mengalami kenaikan Rp107.265,57 atau 4,79 persen dibandingkan UMK Blora tahun 2025 yang tercatat sebesar Rp2.238.430. Kesepakatan itu dihasilkan dalam sidang Dewan Pengupahan Kabupaten Blora yang digelar pada pertengahan Desember 2025.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinnaker) Kabupaten Blora, Endro Budi Darmawan, menyampaikan bahwa penetapan UMK 2026 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan.
Dalam aturan tersebut, pemerintah pusat mengubah mekanisme perhitungan upah minimum, terutama pada penentuan variabel alpha. Rentang alpha yang sebelumnya terbatas kini diperluas menjadi 0,5 hingga 0,9.
“Alpha ini menjadi pengali pertumbuhan ekonomi yang kemudian dijumlahkan dengan inflasi untuk menentukan besaran kenaikan upah minimum,” jelas Endro, Senin, 22 Desember 2025.
Endro menjelaskan bahwa dalam proses pembahasan, perwakilan pengusaha yang tergabung dalam Apindo Blora mengusulkan penggunaan alpha 0,6. Sementara itu, unsur serikat pekerja mendorong alpha 0,9 agar kenaikan upah lebih signifikan dirasakan buruh.
Melalui serangkaian diskusi, Dewan Pengupahan akhirnya menyepakati penggunaan alpha 0,7 sebagai titik tengah. Angka tersebut dinilai paling realistis dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah dan kemampuan dunia usaha.
Dengan alpha 0,7, UMK Blora 2026 ditetapkan naik 4,79 persen. Meski lebih rendah dibandingkan kenaikan UMK 2025 yang mencapai 6,5 persen, besaran kenaikan tersebut dinilai masih relevan dengan situasi ekonomi saat ini.
“Pada penetapan UMK tahun 2025, memang ada perintah Presiden melalui PP dengan kenaikan 6,5 persen. Namun dalam PP terbaru, penyesuaian berada di rentang 0,5 sampai 0,9, dan Blora memilih di angka 0,7,” ujar Endro.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah berperan sebagai penyeimbang dalam proses penetapan UMK, dengan mempertimbangkan kepentingan pekerja dan pengusaha secara proporsional.
“Kami menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha. Tujuannya agar UMK tidak memberatkan perusahaan, tetapi tetap menjamin hak pekerja,” tegasnya.
Endro menambahkan, tahapan penetapan UMK 2026 dimulai setelah terbitnya PP tentang Pengupahan, dilanjutkan dengan sosialisasi nasional oleh Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian Ketenagakerjaan, sebelum dibahas di tingkat daerah.
“Batas akhir penetapan UMK oleh provinsi adalah tanggal 24 Desember 2025. Kewenangan penetapan sepenuhnya ada pada Gubernur melalui SK Gubernur. Bupati hanya memberikan rekomendasi,” jelasnya.
Sebanyak 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah nantinya akan mengacu pada SK Gubernur tersebut. UMK baru resmi berlaku setelah SK ditetapkan, sementara angka yang disepakati di daerah masih bersifat usulan.
Disperinnaker Blora menegaskan bahwa UMK 2026 berlaku bagi pekerja dengan masa kerja nol tahun atau pekerja baru. Adapun pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun akan mengikuti struktur dan skala upah yang ditetapkan masing-masing perusahaan.
Ia menyebut pemerintah daerah berkomitmen melakukan sosialisasi kepada perusahaan agar ketentuan UMK 2026 diterapkan sesuai aturan. Upaya ini dilakukan untuk mencegah pelanggaran dan memastikan perlindungan hak pekerja.
“Lebih dari sekadar angka, UMK mencerminkan kesepakatan sosial antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Penetapan UMK Blora 2026 menunjukkan bahwa dialog dan kompromi tetap menjadi fondasi utama dalam membangun hubungan industrial yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Jurnalis: Eko Wicaksono
Editor: Rosyid

































