SEMARANG, Lingkarjanteng.id – Penggusuran kawasan lokalisasi Lorok Indah (LI) di Kabupaten Pati masih menyisakan persoalan. Sejumlah warga pemilik rumah bersertifikat hak milik (SHM) mengaku tidak menerima ganti rugi setelah rumah mereka dibongkar beberapa tahun lalu. Dugaan pelanggaran HAM pun muncul karena mereka kehilangan tempat tinggal tanpa kompensasi.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, menyebut kasus Lorok Indah tergolong kompleks dan perlu penanganan komprehensif. Ia meminta Pemkab Pati menegakkan aturan tata ruang dengan tetap mengedepankan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).
“Pemerintah daerah harus menerapkan regulasi sesuai ketentuan, namun tetap berpegang pada asas pemerintahan yang baik. Di sisi lain, pemerintah juga harus memenuhi keadilan bagi warga,” ujar Siti Farida di Semarang, Rabu (22/10).
Ia menegaskan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab sosial untuk memastikan warga terdampak tidak kehilangan hak dasarnya, terutama tempat tinggal dan akses layanan publik. “Jika ada warga yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, seperti tempat tinggal, dinas terkait harus hadir memberikan layanan,” lanjutnya.
Terkait tuntutan kompensasi warga Lorok Indah, Siti menilai hal itu harus dikaji hati-hati agar tidak menimbulkan masalah hukum baru. “Menurut kami, yang utama bukan kompensasi, tetapi pemenuhan kebutuhan dasar. Kompensasi harus didahului bukti dokumen dan alas hak,” tegasnya.
Sementara itu, Kanwil Kemenkumham Jateng juga menyoroti kasus ini dan berencana menelusuri dasar hukum pembongkaran kawasan Lorok Indah. Jika ditemukan kebijakan yang tidak transparan atau hak warga belum terpenuhi, Kanwil Kemenkumham akan mengirim surat resmi ke Pemkab Pati untuk meminta klarifikasi.
Sebelumnya, warga terdampak telah melapor ke Komnas HAM. Lembaga tersebut sempat menurunkan tim ke Pati untuk meminta penjelasan dari Pj Bupati Henggar Budi Anggoro, namun pertemuan batal karena bupati sedang bertugas di luar kota.
Penggusuran Lorok Indah terjadi pada masa Bupati Pati Haryanto, Februari 2022. Puluhan rumah bersertifikat dibongkar menggunakan alat berat dengan alasan pelanggaran Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Warga merasa dizalimi karena tidak mendapat sosialisasi maupun ganti rugi.
“Saya tidak keberatan lokalisasi ditutup. Tapi rumah yang saya bangun dengan biaya puluhan juta dibongkar tanpa kompensasi, itu yang tidak bisa diterima,” ujar Ridwan, warga Lorok Indah.
Karena keluhan tak ditanggapi, warga melapor ke Komnas HAM pada Juli 2022. Kasus ini meninggalkan catatan merah terkait belum tuntasnya hak dasar warga serta transparansi kebijakan pemerintah daerah dalam penertiban kawasan tersebut. (lingkarnews network/red)
































