SEMARANG, Lingkarjateng.id – Sekitar 80 persen Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) di Jawa Tengah memilih menjalankan bisnis laku pandai, terutama layanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui aplikasi Bank Jateng.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah, Eddy Soelistyo Bramiyanto, mengatakan sebaran koperasi paling banyak berada di kawasan Soloraya, sebagian Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan sejumlah wilayah Pantura.
Eddy menjelaskan bisnis laku pandai, terutama pembayaran PBB, dinilai paling mudah sehingga banyak dipilih pengurus Koperasi Desa Merah Putih sebagai lini bisnis. Selain itu, lini bisnis tersebut juga mendapat dukungan dari perbankan.
“Soalnya perbankan yang support baru dari Bank Jateng. Jadi usaha itu yang bisa dilakukan masing-masing kopdes saat ini. Hingga saat ini sudah ada sekitar 3.000 koperasi yang melayani transaksi laku pandai,” ujar Bram, Minggu, 19 Oktober 2025.
Wabup Pekalongan Groundbreaking Kopdes Merah Putih, 7 Desa Jadi Percontohan
Selain layanan keuangan, beberapa Koperasi Desa Merah Putih juga mulai menjalankan usaha lain, seperti penjualan beras Bulog.
Namun, Bram mengingatkan agar koperasi tidak tergesa membuka usaha simpan pinjam, mengingat modal yang dimiliki sebagian besar Koperasi Merah Putih masih terbatas.
“Kami wanti-wanti jangan sampai kopdes melayani simpan pinjam. Modal mereka belum maksimal, nanti justru berisiko,” tegasnya.
Kopdes Merah Putih Grobogan Layani Simpan Pinjam dan Sewa Alat Pertanian
Sementara itu, Kepala Bidang Kelembagaan Dinkop UMKM Jawa Tengah, Desy Arijani, menjelaskan bahwa sesuai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, terdapat tujuh jenis gerai usaha yang dapat dikembangkan oleh Koperasi Merah Putih.
Lini bisnis itu, diantaranya kantor koperasi, kios sembako, unit simpan pinjam, klinik dan apotek desa, hingga cold storage dan sarana logistik.
Desy menyampaikan usaha laku pandai menjadi salah satu pilihan paling realistis karena tidak membutuhkan modal besar. Program ini merupakan bagian dari layanan keuangan tanpa kantor yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami sudah beri jalan keluar, usaha yang bisa dibuka KDMP tapi tidak butuh modal besar, yaitu laku pandai. Sekarang Bank Jateng bahkan meniadakan modal awal. Dulu sekitar Rp3 juta, sekarang nol rupiah. Cukup buka rekening atas nama KDMP sebesar Rp50 ribu sudah bisa jalan,” jelas Desy.
Selain dengan Bank Jateng, koperasi juga dapat bekerja sama dengan BRI Link, di mana biaya awal kini turun menjadi sekitar Rp100 ribu saja. Dinkop UMKM juga mendorong kerja sama dengan PT Pos Indonesia, agar koperasi bisa menjadi drop point pengiriman barang.
“Modalnya murah, sekitar Rp300 ribu. Koperasi hanya perlu menyediakan satu sudut ruang untuk menitipkan barang, nanti dapat persentase dari PT Pos,” imbuhnya.
Menurut Desy, keberhasilan koperasi dalam bertahan dan berkembang tidak lepas dari dukungan warga desa dan perangkat pemerintahan lokal. Di beberapa daerah seperti Magelang, kepala desa bahkan ikut menyuntikkan dana untuk memperkuat permodalan koperasi.
“Ada Pak Kades di Magelang yang menyumbang Rp10 juta supaya KDMP di wilayahnya bisa jalan. Dukungan seperti ini penting untuk keberlanjutan koperasi,” tuturnya.
Dirinya berharap dukungan dari berbagai pihak dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa yang mandiri dan inklusif, tidak hanya memperluas akses layanan keuangan, tetapi juga mendorong kemandirian ekonomi berbasis komunitas.
Jurnalis: Risky Syahrul
Editor: Ulfa

































