PATI, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati secara resmi membatalkan kebijakan lima hari sekolah yang telah diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran Bupati Pati Nomor 400.3.1/303 tentang Penyesuaian Hari Sekolah dan Penguatan Karakter Anak melalui Kegiatan Keagamaan.
Pembatalan kebijakan tersebut dilakukan setelah hasil evaluasi menunjukkan pelaksanaan lima hari sekolah di Kabupaten Pati dinilai kurang optimal.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati, Andrik Sulaksono, secara simbolis menyerahkan surat edaran tersebut kepada Ketua PCNU Kabupaten Pati, KH. Yusuf Hasyim, di Kantor PCNU Pati, pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Penyerahan itu disaksikan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Badan Koordinasi Taman Pendidikan Al-Quran, pengurus madrasah diniyah, dan guru TPQ.
Yusuf Hasyim mengungkapkan bahwa berdasarkan temuan di lapangan, siswa mengalami kelelahan akibat padatnya kegiatan sekolah dalam lima hari, sehingga tidak optimal mengikuti pembelajaran keagamaan, dan cenderung menghabiskan hari Sabtu dengan bermain gawai.
Ia menyampaikan bahwa keputusan dikembalikannya skema enam hari sekolah tersebut juga merupakan hasil masukan dari berbagai tokoh agama dan masyarakat, serta hasil evaluasi internal Disdikbud Pati.
“Atas masukan dari para tokoh, ulama, tokoh masyarakat dan juga Dinas Pendidikan sendiri melakukan evaluasi, akhirnya mulai tanggal 11 Agustus 2025, itu mulai besok Senin, diberlakukan kembali pelaksanaan pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, di Kabupaten Pati dengan 6 hari sekolah selama satu minggu,” katanya.
Ia mengapresiasi langkah Pemkab Pati yang mengakomodir masukan terkait kebijakan lima hari sekolah, serta membuka ruang kolaborasi antara pendidikan formal dan nonformal, khususnya dalam penguatan karakter keagamaan siswa.
“Kami apresiasi atas berkenannya untuk mengakomodir masukan-masukan dari temen-temen FKDT, guru-guru TPQ, masyarakat yang menginginkan agar di Kabupaten Pati ini betul-betul bisa ada pendidikan karakter yang terintegrasi,” ujarnya.
“Kemudian juga termasuk bisa berkolaborasi antara pendidikan formal, pendidikan nonformal, khususnya dalam penguatan karakter keagamaan peserta didik,” pungkasnya.
Jurnalis: Mutia Parasti
Editor: Rosyid


































