BLORA, Lingkarjateng.id – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Blora mengungkap 70 persen BUMDes masih bingung memilih model usaha yang akan dijalankan.
“Banyak desa yang belum maksimal dan masih banyak kebingungan model usaha. Sekitar 70 persen kebingungan,” kata Kepala Bidang Pemberdayaan Desa Dinas PMD Blora, Sukiran, Kamis, 30 Oktober 2025.
Sukiran mengatakan kondisi ini memperlambat penyerapan anggaran dana desa, sebanyak 20 persen dana desa harus digunakan untuk penyertaan modal untuk BUMDes.
Oleh karena itu, kata Sukiran, butuh inovasi penyerapan anggaran yang digunakan untuk BUMDes agar terserap maksimal.
“Saat ini tinggal dua bulan (akhir tahun anggaran),” katanya.
Regulasi ini berdasarkan Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025.
Di dalam aturan itu juga termuat tentang panduan penggunaan dana desa untuk ketahanan pangan dalam mendukung swasembada pangan.
Sukiran menyebut hampir semua BUMDes di Blora telah memiliki badan hukum resmi dalam menjalankan usaha.
“Awalnya hanya 20 BUMDes. Kemarin saya kebut, melalui Kemendes tanpa biaya apapun. Dari desa pengajuan unit usahanya, nama BUMDes-nya, setelah oke keluar badan hukumnya,” terangnya.
Adapun jenis usaha yang dijalankan BUMDes adalah jenis usaha yang telah di sepakati melalui musyawarah desa. Sehingga hal tersebut menjadi kewenangan penuh pihak desa.
“Nanti di situ ada sektor pertanian, perikanan, peternakan. Tergantung hasil Musdes, penyertaan modalnya 20 persen dari anggaran dana desa,” tuturnya.
Kendati begitu saat ini belum ada regulasi terhadap penyertaan modal dari masyarakat desa setempat untuk ikut andil dalam pertumbuhan BUMDes. Namun masyarakat dapat mendukung BUMDes bila masyarakat memiliki badan hukum usaha yang jelas.
“Jadi kalau B2B (bisnis to bisnis) bisa. Jadi perjanjian keduanya jelas, dan tidak menyalahi aturan atau tujuan dari pemerintah pusat,” katanya.
Jurnalis: Eko Wicaksono
Editor: Ulfa

































