SALATIGA, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga memaksimalkan program lintas sektor untuk mencapai penurunan angka stunting.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Salatiga, Yuni Ambarwati, mengatakan angka stunting menunjukkan dinamika dari tahun ke tahun.
“Data SSGI tahun 2022 mencatat angka stunting 14 persen. Namun pada 2023, data SKI menunjukkan kenaikan menjadi 16,9 persen. Di tahun 2024, kembali turun ke 14 persen berdasarkan SSGI,” ungkapnya, Selasa, 24 Juni 2025.
Yuni menjelaskan bahwa penyebab stunting bukan hanya masalah kurang gizi namun juga dipengaruhi berbagai faktor.
“Mulai dari pola asuh yang kurang tepat, kondisi sanitasi yang buruk, ketiadaan jamban, keterbatasan akses air bersih, perilaku hidup tidak bersih, hingga paparan asap rokok,” jelas Yuni.
Pemerintah Kota Salatiga juga menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur tentang penanganan stunting secara lintas sektor.
“Perwali ini sangat efektif dalam mengoordinasikan seluruh perangkat daerah. Semua bergerak sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing,” tegasnya.
Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut, DP3APPKB mendapatkan alokasi anggaran sekitar Rp2,4 miliar dari BOKB. Sementara alokasi dari APBD dan DAK nonfisik (dakel) masih menunggu konfirmasi dari Bappeda.
Program pemberian makanan tambahan (PMT) juga terus diperkuat. Dengan dukungan regulasi, kolaborasi lintas sektor, dan partisipasi aktif masyarakat, Pemkot Salatiga optimis angka stunting akan terus ditekan secara berkelanjutan.
“Kalau di Canting, PMT dilaksanakan di RSUD. Sedangkan di Kampung KB, kami manfaatkan program Dashat untuk memasak PMT melalui program Genting,” terangnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Ulfa P