SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kementerian Sosial menonaktifkan sekitar 1,1 juta peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan nasional (JKN) di Jawa Tengah.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, mengatakan bahwa peserta PBI JKN yang dinonaktifkan lantaran sudah terentaskan dari kemiskinan. Namun pihaknya juga menegaskan agar 1,1 juta peserta tersebut harus diverifikasi dengan dipastikan valid sudah naik kelas.
“PBI nonaktif akan menjadi problem baru jika secara kriteria belum waktunya nonaktif,” ujarnya dalam acara Diskusi Panel Perhitungan Jasa Medis Sebagai Dasar Perhitungan Iuran Program JKN di Semarang, Rabu, 11 Juni 2025.
Menurut Sekda, dari pengalaman yang sudah berlalu, setelah nonaktif dari PBI dan peserta sakit, ternyata masih masuk dalam kriteria PBI. Oleh karena itu ia berharap, PBI yang sudah nonaktif harus bisa mandiri dalam membayar iuran agar menjadi peserta aktif.
“Ini juga menjadi PR untuk cabang agar sosialisasi untuk mendorong PBI yang sudah nonaktif agar mendorong kontribusi. Bisa juga melalui CSR dan sebagainya,” jelasnya.
Dengan demikian, jika setelah verifikasi dan ternyata masih masuk kategori PBI, maka tidak sulit untuk kembali menjadi peserta aktif.
“Jangan sampai PBI ini menjadi masalah baru, dan Pemprov Jateng sudah sharing dengan alokasi 2.200 peserta, sudah kita ikutkan setiap bulannya,” terangnya.
Sementara, Deputi Direksi Wilayah VI BPJS Deputi Direksi Wilayah VI Yessi Kumalasari mengatakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah menargetkan tingkat keaktifan peserta BPJS Kesehatan sebesar 85 persen pada 2029. Namun, rata-rata kabupaten/kota di Jawa Tengah masih di angka 75 persen.
Dukungan yang diharapkan dari Pemprov adalah optimalisasi anggaran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda di seluruh kabupaten/kota dengan memanfaatkan sumber pendapatan yang tersedia. Misalnya, seperti pajak rokok, DAU, DBHCHT, PAD dan Insentif Fiskal untuk meningkatkan keaktifan peserta dan pemenuhan pembiayaan iuran JKN.
Selain itu, seluruh kabupaten/kota dipastikan harus proaktif dalam melakukan verifikasi dan validasi data. Pemerintah pusat menggunakan DTSEN (Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional) yang bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem(P3KE).
“Perlu diperbaharui secara rutin. Ini menjadi salah satu kunci pengusulan peserta PBI melalui aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) maupun melalui Bansos,” katanya.