SALATIGA, Lingkarjateng.id – Pedagang Pasar Pagi di Pasar Raya 1 meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga jangan tenang pilih dalam melakukan penataan kawasan Jalan Jenderal Sudirman untuk kepentingan pembangunan ikon kota ini.
Pedagang pasar pagi mendesak Pemkot juga menertibkan angkutan kota (angkot) yang ngetem (mencari penumpang) di seputar Bundaran Tamansari dan angkutan umum di Jalan Pattimura.
Pasalnya, aktivitas angkot dan angkutan umum umum yang mencari penumpang di jalan tersebut mengganggu arus lalulintas dan kenyamanan pengguna jalan.
“Kalau mau menata Jalan Jenderal Sudirman untuk kepentingan pembangunan, ya jangan pilih-pilih. Apalagi keberadaan terminal bayangan di Bundaran Tamansari dan Jalan mengganggu arus lalu lintas dan kenyamanan pengguna jalan,” kata pengurus kelompok pedagang pasar pagi Lambada, Suniprat, Jumat, 2 Mei 2025.
Dia mengatakan, aktivitas pedagang pasar pagi dimulai sejak dini hari hingga pukul 06.00 WIB. Sehingga tidak begitu mengganggu arus lalu lintas pada saat jam sibuk masyarakat. Sedangkan aktivitas angkot yang ngetem di kawasan Bundaran Tamansari dan Jalan Pattimura sejak pagi hingga sore.
“Terlebih lokasinya dekat dengan rumah dinas wali kota. Semestinya juga ditertibkan. Jangan hanya pedagang pasar pagi di Jalan Jenderal Sudirman yang diminta pindah,” ujarnya.
Pedagang Pasar Pagi Geruduk Kantor Wali Kota Salatiga, Ngotot Tolak Relokasi
Dia menyatakan, memindahkan pasar tidak semudah membalikan telapak tangan. Terlebih aktivitas perekonomian itu, sudah berjalan puluhan tahun dan selama ini berkontribusi pada pendapatan asli daerah (PAD) Kota Salatiga.
“Sebelum memindah pasar harusnya dilakukan kajian dulu. Pedagang diajak berembuk dulu. Ini belum ada kajian, Pemkot sudah melakukan sosialisasi mau merelokasi pedagang. Jelas kami tolak,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Pagi Salatiga, Reny Mulyaningsih mengatakan, pedagang selama ini turut menyumbang PAD. Pembayaran sudah terorganisir dan dilakukan secara online.
“Selama ini paguyuban pedagang pasar pagi rutin membayar retribusi secara online senilai Rp 76.800 perbulan per pedagang. Totalnya puluhan juta per bulan. Jualan tidak jualan, kami tetap bayar retribusi. Karena itu, kami mohon nasib pedagang jangan permainkan,” ucapnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Lingkarjateng.id)