SEMARANG, Lingkarjateng.id – Ratusan buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Tengah (Jateng) mendatangi Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang. Kedatangan mereka untuk menggelar aksi dalam rangka Hari Buruh atau May Day yang jatuh pada tanggal 1 Mei.
Para buruh membawa beberapa spanduk dengan bertuliskan sejumlah tuntutan seperti Sahkan UU Pekerjaan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Turunkan Harga Sembako, Stop Badai PHK dan Pemberangusan Serikat Buruh, serta Kembalikan Fungsi TNI dan Polri pada tugas Profesionalitasnya.
Koordinator Lapangan Aksi KASBI Jateng, Giyanto, mengatakan dalam Hari Buruh ini dirinya mengenang berbahayanya dwifungsi ABRI yang membuat para kaum buruh tidak bisa bergerak dan memperjuangkan hak-haknya.
“Termasuk korban Marsinah dulu yang sampai sekarang kalau diingat-ingat rasanya sakit sekali,” ujarnya, Kamis, 1 Mei 2025.
Oleh karena itu, KASBI Jateng meminta kepada pemerintah untuk secepat mungkin mencabut Undang-Undang TNI karena di dalamnya terdapat satu pasal yang berpotensi adanya intervensi buruh serta kepentingan kapitalis dari para elit politik.
“May Day ini bukan hanya sebuah perayaan, akan tetapi KASBI selalu mengingat sejarah bahwa tanggal 1 Mei adalah sejarah di mana kaum buruh itu dengan susah payah memperjuangkan jam kerja dengan upah yang sama,” katanya.
Beberapa tuntutan juga digaungkan KASBI di antaranya menolah PHK, percepatan lapangan pekerjaan, dan Undang-Undang Naker segera diterbitkan dengan catatan undang-undang yang berbasis partisipatif seluas-luasnya.
“Untuk bisa melahirkan Undang-Undang Ketenagakerjaan paska putusan MK,” sebutnya.
Pihaknya juga menyinggung soal PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk (Sritex) yang telah resmi menutup operasinya dan memberhentikan lebih dari 10.000 karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mulai Januari-Februari 2025.
“Karena saya perhatikan rezim ini hanya omong-omong saja, main pahlawan-pahlawanan dan memanfaatkan rakyat yang pola pikirnya pendek. Artinya ketika ada jargon yang katanya pesangon atau THR mau diberikan serta lapangan pekerjaan akan dibuka kembali, itu tidak ada ,nol persen tidak ada,” jelasnya.
Pihaknya juga kecewa terhadap pemerintah yang tidak bisa dan tidak berdaya menghadapi pelaku pelanggaran hukum kejahatan ketenagakerjaan sehingga kaum buruh sendiri yang pada akhirnya harus memperjuangkannya sendiri. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)